MIKA PELAYAN SENSI

Euis Shakilaraya
Chapter #20

Kisah Lama

"Ish! Sialan! Rambut aku jadi rontok."

Setelah kesadarannya kembali, Mika langsung merapikan rambut dan jaketnya. Dia tersenyum kepada Dias sembari menadahkan tangannya meminta helm. Cowok manis itu diam saja. Napasnya masih belum teratur. Bagaimana bisa dia membiarkan cewek yang sangat dicintainya dijambak oleh cowok sialan? Gemuruh di dadanya tak kunjung reda. Mika memegang bahu Dias.

"Aku nggak apa-apa. Udah nggak sakit. Ayo ke rumah sakit. Mama kamu nungguin."

"Nggak bisa. Saya harus nunggu Aldo dan kasih dia pelajaran begitu dia keluar kafe."

"Yas..."

"Saya pesanin ojek ya kamu pulang ke kos. Biar saya di sini dulu."

"Yas, kamu pikir aku takut sama dia? Nggak. Aku cuma sangat membutuhkan pekerjaan ini. Plis... aku mohon lupain kejadian barusan dan jangan bikin sulit keadaan aku."

Dias mengusap wajahnya kasar. Umpatan demi umpatan meluncur bebas dari mulutnya. Dia memandang Mika sekali lagi. Memastikan cewek cantik itu baik-baik saja. Mika tersenyum dan merebahkan kepalanya di bahu Dias.

"Aku baik-baik aja. Ayo kita tengokin Mama kamu."

"Mau makan dulu nggak?" tanya Dias. Mika menggeleng.

"Ayo langsung ke rumah sakit aja."

Dias mengusap lembut rambut Mika dan menyerahkan helm kepadanya. Cewek itu masih berusaha tersenyum. Dia tidak ingin terlihat lemah di mata Dias. Perjalanan ke rumah sakit pun menjadi obat paling ampuh untuk meredakan amarah keduanya. Mika melingkarkan tangannya ke pinggang Dias dan memeluk cowok itu erat.

***

"Mama nggak apa-apa. Cuma kecapean aja, Dias. Makasih ya udah datang."

Mira tersenyum tulus sembari menepuk-nepuk punggung telapak tangan Dias.

"Kan saya udah bilang Mama nggak usah banyak pikiran. Jadi tekanan darah Mama naik lagi."

"Iya, iya. Mama minta maaf."

"Sudah makan?" Ayah Dias bertanya kepada Mika yang sedari tadi diam saja. Mika hanya mengangguk dan kikuk.

"Sudah, Om."

Dias bangkit dan memeluk mamanya.

"Saya nggak bisa lama. Mama cepat sembuh."

Mira hanya mengangguk dan tersenyum. Terlihat sangat berat saat dia melepaskan genggaman tangan Dias. Ayah Dias tidak mengatakan apapun. Dia hanya mengangguk saat anaknya mencium punggung telapak tangannya. Mika ikut mencium punggung telapak tangan keduanya kemudian pamit pulang. Mira sempat mengucapkan terimakasih berkali-kali kepada Mika karena sudah bersedia menemani Dias mengunjunginya di rumah sakit.

"Kok bentar banget?"

Dias diam saja. Seperti menahan sesuatu.

"Yas..."

"Kamu mau makan apa?"

"Yas!" Mika menghentakkan kakinya dan berhenti mengikuti langkah Dias. Tak peduli kini dia sedang berada di lorong rumah sakit yang sunyi.

Dias menghela napas berat.

"Aku nggak suka kalau kamu mulai diem aja. Ada apa? Kenapa? Sekarang giliran kamu yang jawab pertanyaan aku," ucap Mika kesal.

"Kita ngobrol sambil cari minum. Kamu nggak haus?" Dias kembali berjalan.

"Ish! Dasar makhluk bumi!" Mika mengikuti langkah cowok di depannya sembari memberengut.

Dias menyalakan motornya. Mika masih cemberut di belakang. Banyak hal yang membuat cowok manis itu mendadak jadi pendiam. Kejadian di kafe, keadaan mamanya, terlebih melihat cewek cantik yang sekarang merajuk dan memasang wajah kesalnya itu selalu berpura-pura bahwa dia baik-baik saja. Semuanya terasa sangat menyebalkan.

***

Dias tidak mengantarkan Mika ke kos. Melainkan ke lapangan basket dekat kampus yang memang dapat digunakan untuk masyarakat umum. Tak jarang pula para mahasiswa di kampusnya melakukan kegiatan olahraga di sana. Cewek cantik itu celingukan tak mengerti untuk apa Dias membawanya ke tempat ini.

"Udah bayar?" tanya Mika.

Meski diperuntukkan untuk umum, ada biaya sewa per dua jam. Dan dikenakan pembayaran lain untuk listrik serta kebersihan.

"Udah, tenang aja. Mau main sebentar?"

Lihat selengkapnya