"Mika, jangan ngelamun aja. Nanti kopi sama cemilanya keburu dingin. Tolong diantar sekarang." Ray mencoba menegur Mika pelan.
Mika hanya mengangguk dan menuruti perintah Ray. Tidak banyak membantah seperti biasanya. Ria dan Jojo ikut khawatir melihat keadaan cewek cantik itu.
Pikirannya sedang melayang ke tempat yang jauh. Bayangan Dias bersimbah darah membuatnya menggigil tak karuan. Ada nyeri yang tak terdefinisikan. Dia terpaksa berangkat kerja karena merasa tidak nyaman jika harus izin setelah menerima uang gaji.
Pagi menjelang saat Mika meninggalkan Dias di ruang ICU. Cowok itu masih belum siuman. Semalam Mira dan ayah Dias datang dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Terlebih sudah beberapa jam berlalu dan anak laki-lakinya masih tak sadarkan diri.
Begitu masuk ke IGD, Dias langsung ditangani dengan cekatan oleh petugas medis. Dilakukan banyak pemeriksaan dan beberapa perawat sigap membantu dokter memasangkan infus dan menyuntikkan cairan. Tubuhnya dehidrasi dan banyak mengeluarkan darah akibat luka tusuk di perutnya. Dias dalam keadaan kritis.
Tulang rusuk dan kaki kanannya patah. Mika hanya memandang lemas semua tindakan dokter yang diberikan pada cowok manis dengan mata yang masih tertutup rapat.
Dia mengajukan dirinya sebagai wali dan menjawab semampunya beberapa pertanyaan yang diajukan oleh dokter. Laki-laki paruh baya dengan jas putih itu mengatakan bahwa Dias memerlukan tindakan operasi untuk segera menjahit luka tusuk di perut bagian kirinya.
"Masih beruntung lukanya tidak terlalu dalam, Mbak. Kami butuh tanda tangan segera. Pasien sudah terlalu banyak mengeluarkan darah."
Mika gemetar hebat. Vanilla menghubungi kembali ayah Dias. Menjelaskan keadaan Dias kepada ayahnya dan Mira, akhirnya mereka mengizinkan dan memberikan kewenangan kepada Mika untuk menandatangani lembar persetujuan operasi tersebut karena mereka masih dalam perjalanan. Tangan Mika masih gemetar. Airmatanya tak berhenti mengalir.
Tubuhnya lemas saat Dias sudah masuk ke ruang operasi. Vanilla membantu Mika mengurus administrasi dan memegang ponsel Dias untuk tetap berhubungan dengan Mira dan ayah Dias.
"Punya mata nggak?" teriak salah satu pengunjung saat Mika tak sengaja menginjak kakinya.
"Nggak punya," jawab Mika kembali melangkah.
Sosok perempuan dengan rokok yang mengepul dan dijepit dua jarinya itu langsung bangkit tidak terima dengan jawaban Mika.
"Sini lu!" teriaknya.
Mika tak mengacuhkannya dan terus berjalan untuk mengantarkan pesanan ke meja paling ujung di ruangan bebas merokok. Pengunjung yang kakinya terinjak itu mengejarnya.
"Dasar pelayan nggak punya sopan santun. Harusnya lu minta maaf setan!!!"
Mika diam saja.
Para pengunjung mulai menatap perempuan yang marah-marah itu dengan tatapan meremehkan. Perempuan itu melotot pada semua orang.
"Bukan gue yang gila! Tapi pelayan itu!"
Ray datang menghampiri dan menenangkannya. Mika diam saja sampai kembali ke tempatnya di samping Damar yang sibuk meracik kopi pesanan.
"Kenapa tuh orang marah-marah, Mik?" tanya Jojo.
"Kakinya gue injek. Terus dia nanya gue punya mata nggak. Gue jawab nggak punya," jelas Mika.
Dera tertawa pelan. Berbeda dengan Ray yang menghampirinya dengan wajah murung.
"Mik, lu kenapa sebenernya?" tanya Ray.
"Kenapa? Dia mau gue minta maaf?" Mika memahami situasinya dengan baik. Lagipula dia mulai terbiasa.
"Sorry, di luar kuasa gue." Ray mengangkat kedua tanyannya.
Mika berjalan menuju perempuan yang tadi memarahinya.
PLAK!
Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus sebelah kiri Mika. Cewek cantik itu mengusapnya pelan dan menyunggingkan senyum sinis menantang perempuan di depannya. Seolah dia sedang mengatakan, "gini doang?"
"Cewek sialan!!!"
Seseorang menangkap tangan perempuan gila di depan Mika dan menyelamatkan pipi mulus sebelah kanannya.
"Watch your hand, Sweety!"
"Lepasin tangan gue. Nggak usah ikut campur!"
"Tentu aku harus ikut campur. Kamu akan menampar temanku."
Braggy langsung menarik Mika menjauh. Dia membawa cewek cantik itu keluar dari kafe. Mika langsung menarik tangannya.
"Ada kabar apa?" tanya Mika.
"Aku mau kamu keluar dari sini."
"Nggak bisa. Gue butuh kerjaan ini."
"Kerjaan macam apa yang biarin kamu seenaknya ditampar sama orang?"
"Seenggaknya gue dapet duit. Dan lu nggak berhak ikut campur."