MILAN-Kasih tak Sampai

Fitriya
Chapter #12

12________ sesuatu yang baru

Di Panti Jompo Kusuma.

Hari itu cerah. Matahari bersinar dan seakan tersenyum kepada manusia di khatulistiwa. Beberapa orang mungkin mengeluh dengan sinar matahari yang membuat mereka tidak ingin keluar rumah karena sinar ultraviolet yang sering dianggap jahat. Padahal di waktu yang bersamaan, manusia di kutub Utara sangat sangat merindukan matahari karena mereka hidup tanpa kehangatan darinya.

Di bangku sebuah beranda bangunan itu, seorang nenek-nenek sedang duduk dengan seorang laki-laki muda. Oma Kasih dengan wajah binarnya mengobrol dengan Zidan, yang tak lain juga merupakan cucunya.

“Apa kamu sudah melakukan apa yang Oma minta?” tanya Oma Kasih.

Zidan memandang ke depan, menerawang gerbang panti yang sebenarnya kurang tangguh dan terkesan rapuh. Panti itu memang sudah tua tapi mungkin menjadi tempat yang nyaman bagi beberapa manusia tua yang tak lagi hidup dengan keluarganya. Bukan dibuang, tapi hanya terpisah oleh ruang.

Zidan melihat dalam ke mata neneknya itu, “Oma, apa begitu istimewa wanita itu hingga Oma melakukan hal ini?”

“Di mata beberapa orang dia bisa saja tidak spesial, tapi bagi Oma, dia adalah gadis yang paling spesial.”

“Lalu bagaimana bisa seorang gadis terperangkap dengan hutang sebanyak itu?” kata Zidan tidak habis pikir dengan apa yang telah Milan lakukan dengan uang yang ia pinjam dari Bang Ucok. Karena pada kenyataannya Oma Kasihlah yang membayar hutang itu atas perantara Zidan.

“Mana kau bisa tahu apa yang Milan alami sementara kamu tidak pernah hidup sebagai anak perantauan tanpa keluarga dan sanak saudara di kota besar? Lagipula bagaimana kamu bisa memahami mereka yang hidup dengan berkejar-kejaran dengan hari dan tanggal untuk membayar tunggakan dan juga uang bulanan sementara setiap bulan kamu tidak perlu mengkhawatirkan jumlah rekeningmu di bank. Tidak semua bisa kamu pandang dengan kacamata yang sama. Dia memang tidak seperti Sora yang begitu anggun, pintar, dengan latar belakang keluarga yang berada. Dan dia tidak seperti Sora karena Milan, gadis itu adalah seseorang yang bisa kau miliki.”

“Begitukah?”

“Kau tidak akan tahu sebelum mengenalnya, seperti aku mengnalnya. Dan adikmu, Tama nampaknya dia juga sudah mulai mengenal Milan. Kau harus buru-buru sebelum Tama yang enerjik itu menyerobot sesuatu yang bisa kau miliki.”

Oma tersenyum pada cucunya itu.

Zidan kembali melihat gerbang yang rapuh itu. Entah apa yang sedang berjalan-jalan di pikirannya, entah itu Sora, atau gadis yang baru saja dibicarakan dengan omanya.

Tiba-tiba gerbang yang tadinya tertutup itu bergerak. Zidan melihat dengan benar, gerbang itu seakan sedang berusaha untuk dibuka.

Hanya beberapa detik, gerbang itu terbuka dan nampak sosok yang tak pernah disangkanya.

Orang yang masuk ke gerbang itu adalah Milan yang tengah susah payah menggendong seorang nenek dipunggungnya. Nenek ringkih itu berada nyaman di punggung Milan yang sudah penuh dengan peluh, karena panas, karena berat, dan karena kelelahan.

“Suster…” teriak Milan. Seorang penjaga panti langsung menghampiri Milan dan membawa kursi roda.

“Kamu terkejut?” kata Oma Kasih yang membuyarkan keheranan Zidan tentang apa yang dilihatnya. Antara percaya dan tidak percaya. Bagaimana mungkin seorang wanita memiliki kekuatan seperti itu? Apa dia neneknya? Keluarganya? Atau perawatnya?

“Dia teman bagi kami,” kata Oma Kasih, seakan menjawab apa yang ada dipikiran Zidan.

“Apa dia selalu melakukan hal semacam itu?” tanya Zidan penasaran sambil mengamati Milan yang menghilangkan pelunya dengan tisu dan mengibaskan rambutnya yang basah oleh keringat. Gadis yang dilihatnya itu kemudian berjalan menuju kran yang ada di dekatnya yang biasa dipakai untuk mengairi dan menyirami bunga dan pepohonan di sana. Gadis itu membasahi wajahnya yang halus dan tak sengaja membuat rambut panjangnya basah karena terurai.

“Yang di gendongnya barusan adalah si tua Marini. Dia itu sudah pikun dan sering berjalan sendiri keluar gerbang belakang saat pengawassan penjaga sedang kacau. Dan Milan sudah beberapa kali bisa membawanya kembali ke sini. Untuk yang pertama kali adalah suatu ketidaksengajaan. Saat dia sedang demo promo produk saat massh menjadi sales, dia melihat Marini berjalan entah kemana. Dan tanpa pikir panjang lagi, dia mengajaknya pulang. Namun karena sifatnya yang sudah pikun dan cenderung memberontak, dia tidak mau kembali ke pondok, dia bilang kalau dia masih punya keluarga dan ia ingin kembali ke keluarganya. Tanpa ada yang meminta dan tanpa ada yang memberinya upah, dia menggendong Marini sampai ke Panti.”

“Dia memiliki nilai positif untuk hal seprti itu.” Zidan masih mengamati apa yang Milan lakukan. Kali ini Milan sedang menyapa beberapa penghuni panti dan berbicara akrab dengan mereka. Senyuman dan tawa kecil menghiasi wajahnya. Sepertinya ia sedang menikmati kebersamaannya dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Seorang nenek dengan rambut putih yang diurai panjang. Berbicara sesuatu padanya, dan dengan segera Milan merapikan rambut yang sudah tidak hitam itu.

“Kami di sini banyak berhutang dengannya. Jadi, Oma mohon kamu bisa menjaganya.”

Zidan masih memandang Milan. Dan tanpa sadar, gadis itu berpaling ke arahnya dan tanpa menunggu lama berjalan perlahan ke arahnya

“Oma…” dari kejauhan Milan melambaikan tangan dan mempercepat lagkahnya menuju Oma Kasih. Zidan berpalling, berusaha menyembunyikan wajahnya.

“Oma, …. “ Milan merajuk seperti anak kecil pada Oma Kasih.

“Kali ini bagaimana kamu bisa bertemu dengan si tua Marini yang selalu merepotkan itu?” tanya Oma Kasih setelah menyambutnya dengan senyuman hangat.

“O, tadi suster penjaga telpon ke Milan. Kebetulan Milan lagi keluar nyari kerja. Ya udah Milan langsung pergi ke tempat itu lagi. Milan yakin kalau nenek Marini pasti di sana.”

“Tempat itu? Di mana?” tanya Oma Kasih penasaran. Dia dari dulu ingin tahu di mana ia bisa menemukan orang tua itu beberapa kali.

“Di kuburan.” Kata Milan.

Lihat selengkapnya