Uril sekali lagi harus membangunkan Milan agar ia tak terlambat datang ke sekolah
Dan lagi, Milan terlihat seperti anak sekolahan yang sangat malas bangun dari tempat tidur. Tidak heran jika dia beberapa kali dipecat dari pekerjaan terdahulunya karena sering terlambat.
Pim---pim---pim---
Suara klakson mobil dengan sukses membangukan Milan.
“Zidan?” seru Milan dengan keras.
Dia langsung berlari dari tempat tidurnya dan menuju jendela, memastikan bahwa orang yang membuat kegaduhan itu adalah Zidan
Dan benar saja, Zidan, si pria tampan itu sudah nangkring di mobilnya.
Kriiiiing-kriiing----kringg
Deru ponsel Milan berbunyi, Zidan yang telepon.
“Halo, apa kau sudah bangun? Bersiaplah, aku akan menunggumu, kau harus siap dlama lima belas menit! Oke?”
“Ke sekolah? Kau akan mengantarku ke sekolah?”
“Hari ini kau tidak akan masuk ke sekolah! Aku akan mengajakmu pergi!”
Tut---tut—tut…
Mendengar instruksi itu, Milan segera bersiap membiarkan Uril dalam keheranannya.
“Sepertinya hari ini aku akan ada kencan,” kata Milan nampak bahagia, “Aku tidak perlu menemui bocah-bocah itu lagi!”
“Apa kau senang sekarang?” kata Uril terlihat kesal, “Aku pikir kau akan berpacaran atau paling tidak berkencan dengan Tama. Tapi, kau malah meilih pria itu! Siapa yang kau suka?” tanya Uril langsung menembak dengan tepat sasaran ke hati Milan.
“Aku……” tiba-tiba bayangan Tama, pandangan redup, ulahnya, dan kenakalannya terlintas jelas di pikiran Milan. Sedangkan wajah dan kebaikan Zidan selama ini hanya tersirat dengan samar-samar saja. “Entahlah, yang aku tahu, aku harus tetap menikmati hari yang diberikan Tuhan. Jangan memusingkan aku dengan pertanyaan bodohmu itu!” Milan segera merapikan diri dengan tidak merapikan kamarnya dulu.
*****
“Aku ingin menemui Oma Kasih denganmu!” kata Zidan yang sudah berkemeja rapi.
“Benarkah? Aku pikir kita akan berkecan hari ini,” kata Milan keceplosan hingga terpaksa ia harus membungkam mulutnya sendiri.
Zidan pun tersenyum melihat ekspresi konyol Milan.
“Maksudku……” Milan mencoba menjelaskan, namun sudah dipotong oleh Zidan.
“Aku menemukan cara agar Sora menyerah dengan cinta masa lalunya, menyerah tentang aku.”
“Bagaiamna?”
“Rahasia?”
“Jadi agenda kita hari ini, ingin membuat Sora pergi ke luar negeri lagi, atau menjenguk Oma Kasih, atau berkencan?” kata Milan. Dan ketika ia sadar bahwa ia lagi-lagi menyebut kata kencan. Dia menutup mulutnya lagi.
“Ketiganya,” jawab Zidan singkat.
“Huh?” kali ini kepala Milan penuh tanda tanya.
*****