Milch

Desi Puspitasari
Chapter #3

Meg dan Abel

Meg membetulkan letak topi Abel.

"Aku tidak suka memakai topi,” sungut Abel.

"Oh, ya?: Meg menegakkan punggungnya, memerhatikan anak perempuannya dengan wajah serius. "Padahal kamu terlihat begitu cantik dengan topi itu."

Abel menyelidik kesungguhan di mata ibunya. "Aku tidak suka terlihat cantik." Tapi, ia membenamkan topi itu hingga menutupi hampir separuh kepalanya.

Meg mengenakan tas ransel di punggung. Ia sudah memastikan tombol gas kompor pada posisi mati. Semua keran tertutup rapat. Jendela tidak ada satupun yang terbuka. "Ayo!" Ia membungkuk dan mengangkat tubuh Abel ke dalam pelukannya.

Abel meronta minta turun. "Aku tidak suka digendong, Mama! Aku sudah besar!" Anak perempuan berusia enam tahun dengan rambut lurus hitam sebahu itu melorot turun dari dekapan Meg. 

Meg melonggarkan dekapan tangannya. Ia nyengir senang. Triknya jitu. Bila tidak digendong duluan, di tengah perjalanan pasti Abel merengek minta gendong.

"Aku akan berjalan sendiri ke kandang sapi." Tanpa menunggu ibunya, ia segera keluar dari rumah dan melangkah lebar-lebar. "Aku sudah besar. Aku sudah besaarrr...."

Meg mengangkut jaket tebal dari atas kursi dan buru-buru mengunci pintu. Dengan langkah cepat ia segera menyusul dan mensejajari langkah putrinya.

Abel berjalan dengan wajah serius dan tekun menatap jalan. Tas ransel merah muda bergoyang pelan di punggung. Anak kecil itu ingin terlihat seperti mama: memakai tas ransel di punggung, dan sepatu kets lusuh. Hanya saja tas ransel untuk anak perempuan jarang sekali ada yang berwarna hitam atau gelap.

"Aku tidak suka gambar peri-peri bersayap cantik ini, Mama. Tukang gambarnya benar-benar tidak punya selera."

Meg merasa geli mendengar komentar Abel. Ia tidak tahu bagaimana bisa anak perempuannya sedemikian penggerutu. Meg memutuskan belum saatnya untuk menegur Abel. Barangkali ia sedang menirukan sifat seseorang di sekolah atau pelanggan di kedai susu tempatnya bekerja. Menurutnya, komentar jujur Abel belum terlalu berlebihan. Nanti saja, ia akan mengingatkan Abel kalau sudah terlalu sering dan dirasa sangat mengganggu. 

 "Mama," panggil Abel sambil terus berjalan. Meg menyahut dengan gumaman pelan. "Apakah Paman Udang akan mengijinkan aku bermain di dapur?"

"Bermain?" Meg mengernyitkan kening. "Kukira tidak."

"Maksudku...." Abel berhenti. Ibunya ikut berhenti dan berdiri menunggu di sebelahnya. Anak kecil itu mendongak. "Aku... aku ingin membantunya membuat susu."

"Hm?" Meg kembali mengernyitkan kening, merasa heran. Sebelumnya, Abel tidak pernah tertarik berada di dapur kecuali untuk mengambil jatah permen jeli atau sepotong marshmallow

"Dapur itu bau susu, Mama. Bau susu itu yaicks! Aku tidak suka!" Alasan yang selalu dilontarkannya dulu.

"Maksudku...," Abel mengulangi kalimatnya. Tangannya memainkan ujung tali ranselnya. Memutar-mutarnya ke segala arah. "Aku ingin belajar membuat susu, Mama."

Meg berpikir sejenak. "Kita lihat saja nanti, apakah Paman Udang mengizinkan atau tidak. Oke?"

Abel diam. Ia menggoyang-goyangkan kepala, berpikir. 

Sebenarnya Meg tidak terlalu yakin apakah Ben akan mengijinkan putrinya atau tidak. Laki-laki itu tidak terlalu menyukai anak kecil. Sebelum Ben berhasil berdamai dengan perasaan terhadap perempuan yang pernah dicintainya, sikapnya akan memiliki sedikit kemungkinan untuk berubah. 

"Baiklah," akhirya Abel bersuara. Ia melanjutkan perjalanan begitu saja, tanpa menunggu ibunya. "Ayo, Mama! Kita bisa terlambat nanti."

Meg tergelak sambil menyusul langkah Abel. Ketika tepat disamping anak itu, Meg melambaikan telapak tangannya di sebelah pundak Abel. Yang dilambai melirik dan memperhatikan apa yang sedang dilakukan ibunya. Tak lama, ia segera mengangkat tangan kiri dan balas menggenggam telapak tangan Meg. Mereka berdua berjalan di sepanjang trotoar sambil bergandengan tangan. 

Bangunan berukuran sedang dengan papan kayu bertuliskan MILCH tertancap di halaman bagian depan mulai terlihat. 

"Mama, aku mau membuka pintunya!" seru Abel ketika kedai susu, yang sering disebutnya sebagai kandang sapi, itu terlihat beberapa meter di depan. Ia menarik tangan dari genggaman Meg dan mulai berlari. Kaki kecil bersepatunya segera menapaki lantai berplester yang sela-selanya ditumbuhi rumput-rumput hijau kecil.

Lihat selengkapnya