Milch

Desi Puspitasari
Chapter #10

Rencana

Dering telepon menyentakkan Jessie dari tidur! Ia menggumam serak dan melirik jam di meja. Pukul sembilan pagi. Telepon terus berbunyi. Jessie melihat laptopnya menyala. Satu paragraf telah terketik rapi.

"Halo," sapa Ben dengan nada riang.

Jessie menjauhkan telepon itu dari telinganya. Ada dua hal yang membuatnya tidak mengerti pagi ini: Ben meneleponnya, dan suaranya terdengar penuh semangat. 

"Hei, Jess, kurasa aku butuh bantuanmu." Ben terus berbicara tanpa menunggu balasan sapaan. "Kupikir kau pasti punya banyak novel bermutu. Benar, kan?"

Jessie semakin heran. 

"Kupikir, awal bulan depan ini aku ingin melakukan hal baru—membaca banyak novel bermutu. Aku tidak ingin merepotkanmu tapi aku benar-benar tahu. Kupinjam beberapa bukumu sebentar, ya? Setelah itu aku berjanji akan membeli bukuku sendiri."

Jessie mengacak rambutnya dengan bingung. Awal bulan depan ingin melakukan hal baru? Membaca banyak novel?

"Kuharap kau tidak keberatan kalau kau membawa buku itu nanti. Ya, Jess?"

"Oke. Nanti akan kubawa."

"Aku tidak sabar menunggu," kata Ben sebelum menutup telepon. Jessie mengangguk—meski ia tahu Ben tidak akan dapat melihat anggukan kepalanya.

Jessie melirik peralatan yang terserak begitu saja di atas meja. Cangkir susu, laptop, dan tumpukan buku. Sangat berantakan. Ia ingat, Ben kadang-kadang menyebutnya sebagai gadis yang berantakan. Apalagi Josh—ia selalu mengernyitkan ujung hidung kalau mengetahui Jessie belum mandi sedari pagi. 

Telepon berbunyi sekali lagi. Jessie segera mengangkatnya. 

"Halo. Ini aku lagi. Ngomong-ngomong kau sudah mandi?"

Jessie menggeleng tidak mengerti. "Kenapa, Ben? Apa maksudmu?"

"Hari ini begitu cerah. Sayang sekali kalau kau hanya menghabiskannya di dalam rumah."

Ben benar-benar bertingkah aneh.

"Hah...," katanya. Jessie menutup telepon dan mencoba melupakan perilaku Ben barusan. Ia segera bangkit dan membereskan meja kerjanya. Tidak butuh waktu lama—karena tidak banyak barang di atas meja. Demikian pula tidak banyak barang di dalam rumah. 

Hm… Jessie berpikir sejenak. Saatnya memutar lagu-lagu Paolo Nutini. Ben pasti belum pernah mendengarkan lagu ini ketika mengatakan Nutini sejenis dengan James Blunt—musik dengan kesan muram. 

"Woke up cold one Tuesday. I’m looking tired and feeling quite sick."

Jessie membuka jendela ruangannya. Udara pagi mulai terasa tipis—terhapus sinar matahari yang menyehatkan.

"I felt like there was something missing in my day to day life...," Ia bergumam mengikuti lirik lagu. 

Lihat selengkapnya