Tritos harus menahan dirinya untuk tidak mengumpat kala Atre memaksanya untuk memakai seragam seorang pembesar Romana.
“Sudah cukup pengkhianatan yang kulakukan pada Gaedrin. Mengabdi pada mereka sudah terasa buruk tanpa harus memakai benda itu,” ia berbisik kasar untuk membuat penolakannya lebih jelas, seolah wajah jijiknya belum cukup untuk menunjukkan keengganan.
Atre berpaling pada ajudannya yang memegangi pakaian. Si ajudan dengan kikuk memegang baju zirah dan helm itu seperti sedang memegangi sebuah bendera kebesaran, kedua lengannya kaku. Atre menimbang-nimbang sebentar sebelum akhirnya mengirim bawahannya itu pergi keluar tenda.
“Mereka tak akan menghormatimu jika kau tak memakai pakaian petinggi. Kulit coklatmu sudah cukup membuat perbedaan, tak perlu menggarisbawahinya dengan menolak memakai pakaian yang sama dengan orang-orang yang para legiuner hormati.”
Atre mengatakannya segera setelah kain penutup tenda ditutup oleh ajudannya. Hal terakhir yang dia inginkan adalah omongan pongah Tritos didengar oleh bawahannya.
“Aku akan jadi kapten auksilia,” jawab Tritos pendek, sementara Atre mengeluarkan gumam tak paham.
Auksilia adalah istilah untuk prajurit non-reguler bagi legiun Romana. Beberapa adalah orang terjajah yang tertarik dengan emas dan hasil jarahan, sementara sebagian lagi adalah tawanan atau bahkan pelarian yang diberikan ampunan.
Biasanya auksilialah yang mengawali pertarungan sementara pasukan utama Romana, para legiun yang menghabisi musuh yang sudah kelelahan. Perlengkapan para auksilia tak sebaik legiun karena mereka harus membeli perlengkapan mereka sendiri, berbeda dengan perlengkapan legiun yang disediakan oleh Romana. Tritos tahu beberapa hanya membawa belati atau ketapel ke medan pertempuran.
“Ngomong-ngomong, aku tak lihat Ates sejauh ini. Padahal ia yang memanggilku,” ucap Tritos mencoba mengganti topik pembicaraan agar Atre tak menyanggah. Tritos mengusap perban yang masih menghiasi kepalanya sambil lalu. Lukanya sebentar lagi akan kering kalau saja ia tak keseringan mengusap untuk memeriksa luka.
Wajah Atre saja sudah menunjukkan bahwa dia tidak tertipu oleh manuver Tritos untuk keluar topik. “Aku tak akan menggunakan namaku untuk meminta kehadiranmu. Kau mungkin akan mengamuk dan memilih tiang gantungan begitu mendengar bahwa aku menjadi petugas Romana. Aku memanfaatkan reputasinya yang buruk untuk mengajakmu. Ia dan legiun dua belas sedang ditugaskan untuk menjaga Kaki Menara Timur saat ini, jadi kau tak akan bisa bertemu dengannya sekarang.”
“Oh,” jawaban itu tak diduga oleh Tritos. “Begitu rupanya. Cerdas juga.”
“Dan kau tak akan bisa jadi Jendral sepertiku atau seperti Ates tanpa masuk legiun.” Atre kembali ke topik utama dengan rasa lelah.
Tritos mendengus. “Kau mengatakan hal itu seolah-olah aku tak tahu apa-apa tentang keruwetan legiun. Memang, tapi peluang besar untuk mendapatkan bawahan yang didominasi orang Gaedrin tak akan kulewatkan. Jauh lebih baik daripada harus memimpin Romana sombong yang tak akan mematuhi perintahku.”
Melihat kekeraskepalaan di wajah kawan lamanya, Atre yang mau menjelaskan bahwa sekarang orang Gaedrin sudah banyak diterima sebagai legiun tak jadi bicara. Menilik dari mimiknya, Tritos tak akan merubah pendiriannya bahkan jika Atre meminta sampai mulutnya berbusa sekalipun.
“Baiklah, terserah maumu.” Atre mengalah, merasa lebih lelah daripada sebelumnya untuk kemudian melangkah keluar tenda. Ia berbalik sejenak setelah membuka tutup tendanya, melihat bahwa Tritos balas memandangnya, ditambah dengan senyum berpuas diri yang tak menyenangkan.
“Kalau memang kau mengingingkan auksilia, baiklah. Ayo, kau mungkin akan menyukai orang-orang yang akan kutunjukkan. Biar kujelaskan sebentar sebelum kita temui mereka dan mari kita diskusikan langkah terbaik untuk pertemuan pertamamu. Auksilia satu ini pada dasarnya memang … membutuhkan penanganan khusus.”
--
Tritos mengawasi lima ratus orang yang berbaris dengan penuh sangsi. Ia memastikan bahwa rasa sinisnya itu cukup kelihatan hingga membuat mereka tergerak untuk setidaknya berusaha merubah anggapan awalnya itu. Seperti yang diharapkan, Tritos bisa melihat kulit coklat sebangsanya mendominasi, walau masih juga ada segerombol kulit putih-pucat khas Romana. Mereka pasti melakukan hal yang buruk hingga terpaksa menjadi auksilia, karena biasanya mereka jauh lebih senang menjadi legiun ketimbang sekedar menjadi perisai daging bagi pasukan elit yang memenangi banyak pertempuran itu.
Bahkan ada dua orang Timur Jauh, lelaki dan perempuan, yang entah bagaimana bisa tersasar sampai ke sini.
“Mereka ini menyedihkan dan aku tidak mengada-ada,” Tritos bicara, cukup keras sehingga bisa didengar oleh calon anak buahnya yang berada di barisan belakang. “Kau menjanjikanku lima ratus orang. Mengapa aku mendapat lima ratus bagal kurang makan? Kuyakin dinding perisai mereka runtuh dengan mudah saat didera angin lembut saja.”
Atre menunduk dalam-dalam, kelihatan merasa sangat bersalah.
Tentu saja ia tak akan melakukan hal itu kalau ia tak sepakat dengan Tritos untuk berpura-pura. Setelah tahu bahwa ia akan memimpin segerombol orang dengan tingkat kekurangajaran yang tinggi menurut omongan Atre, Tritos menyusun rencana untuk melakukan taktik tipu-tipu. Aksi teatrikal seperti ini penting. Mereka pasti akan menebak-nebak siapakah Tritos sebenarnya hingga mampu membuat seorang berpangkat strip dua seperti Atre bisa membungkuk-bungkuk seperti itu.
“Memang saya akui bahwa mereka hanyalah rekrutan baru, sebagian besar bekas tahanan penjara.”