Para penunggang kuda berhenti di tempat yang cukup landai, dengan beberapa pepohonan teduh.
Matahari memang tertutup awan, hawa memang dingin seolah dunia bawah bocor ke permukaan, tapi Tritos tetap menghargai usaha para kavaleri legiun tersebut untuk mencari keteduhan, kalau-kalau nanti awan-awan tersibak kembali. Tritos langsung mendekati Ates yang sedang berbincang dengan seorang anak buahnya yang mendengarkan dengan seksama.
Tritos terkekeh mendengar nadanya yang sok penting. Kelihatannya ia masih seperti dulu. Waktunya memastikan, kalau begitu.
“Hoi, Ates!”
Si jendral legiun kedua belas berpaling, senyumnya mendadak lebar. Ia sudah melihat Tritos mendekat kearahnya dengan cepat, dan Ates pun memutuskan untuk melakukan hal yang sama. Kedua tangan Ates terbentang, tak diragukan lagi hendak memeluk Tritos.
Tritos menyeringai padanya. Kawan lamanya ini memang sulit dibedakan dari kakaknya, kecuali ia menatap langsung pada mata kelamnya yang kali ini nampak tulus, memang bahagia bertemu dengan rekan yang sudah berkali-kali menyelamatkannya dalam pertempuran. Meski begitu, saat ini Tritos sedang tidak ingin beramah-tamah terlebih dahulu.
Saat jarak Ates sudah cukup dekat, Tritos melancarkan tendangan langsung menuju ke perutnya.
“Tri—akh!” ia langsung terjengkang, tapi Tritos segera meraih kerah pakaian zirahnya, tepat pada celahnya sehingga ia terpaksa bangun lagi sementara helm yang tak terikat menggelinding lepas dari kepala. Para anak buah Ates nampak terlalu terkejut untuk bereaksi atas kelakuan yang tak terduga ini.
Tritos memosisikan Ates didepannya, kemudian mengincar sela pakaiannya, untuk sejenak kemudian memukul tepat di ulu hatinya, membuat udara lari dari dada Ates untuk sementara. Tritos menarik paksa Ates ke pohon terdekat yang bisa dicapainya, kemudian menabrakkan kawan lamanya ke batang berkayu tanpa rasa bersalah sedikitpun, sampai beberapa daun kering jatuh dari puncak pohon.
“T-tuan,” salah satu serdadu yang mulai tersadar dari kegilaan sementara sebab menyaksikan perkelahian satu sisi itu memanggil Tritos dengan lemah.
“Ya?” Tritos berpaling padanya dengan keramahan yang sangat dibuat-buat, lengannya kali ini menahan leher Ates yang tersengal-sengal, mata si jendral terpejam menahan sakit. “ada yang bisa dibantu oleh kapten auksilia ini?”
“A-anda kapten auksilia? Tapi … tapi anda baru saja melanggar sekitar selusin peraturan legiun.”
Tritos langsung menghantamkan tinjunya pada hidung Tritos sampai terdengar "krak" yang cukup keras. Hidung yang malang itu perlahan-lahan mulai mengucurkan darah sebelum terkucur deras, kelihatan sekali kalau nanti hidung itu akan tetap sedikit bengkok walau sudah diperbaiki.
“Jadi berapa aturan yang kulanggar sekarang?” Tritos bertanya keras-keras pada sang legiun yang menganga melihat jendralnya dihajar sampai tak bisa melakukan apa-apa.
Gallius yang mendekat begitu mendengar adanya ribut-ribut segera mengambil alih percakapan, karena ia cukup paham bahwa para legiun itu sudah terlalu bingung hingga tak mampu menjawab. “Tiga belas. Anda baru saja melanggar tiga belas aturan, Kapten.”
Tritos nyengir lebar pada anak buahnya itu, kemudian berpaling pada Ates yang kelihatannya mulai kesulitan bernapas saking lamanya dijepit di antara pohon dan lengan. Tritos menarik lengannya dengan cepat, Ates merosot pelan-pelan sebelum akhirnya terduduk. Si pemimpin legiun kedua belas terbatuk, mengusap darah yang mengalir di hidungnya kemudian mengangguk dengan tak senang pada Tritos yang mengawasinya dengan tampang berpuas diri.