Tritos menepuk dahinya berulang, bingung sampai ke sumsum tulang.
Hanya itu yang bisa dilakukannya saat mendengar bahwa Ying entah bagaimana melepaskan diri dari kelompok dan pergi, seperti yang diberitakan oleh Adis yang sangat terpukul. Matanya berkaca-kaca dan sangat kelihatan bahwa dia tak menyangka si perempuan dari Timur Jauh akan berbuat senekat itu.
Tritos sendiri berpikir akan hal lain, terutama tentang apa yang pernah Ying katakan padanya. Ying sudah ingkar janji, bahkan sampai dua kali jikalau saat-saat ia kabur dari pemiliknya dahulu juga dihitung sebagai keingkaran. Dari posisinya, Tritos sama sekali tak mempermasalah keadaannya sebagai mantan budak. Malahan Tritos lebih dari sekedar setuju si perempuan cukup berani untuk melarikan diri, dan dengan begitu menambahkan satu masalah ke dalam kantong seorang Romana.
Masalahnya, jika ia memisahkan diri dari auksilia dan dengan begitu melanggar kontrak perekrutannya, Tritos mulai bertanya-tanya apakah ucapan bahwa orang Burazhong tak pernah ingkar janji itu hanyalah omong besar semata.
Menyangkut si Ahli Pasok, Tritos bisa maklum akan kesedihan yang menimpa dirinya. Itu semua pasti karena Adis sudah merasa cukup dekat, sehingga dia bisa disebut satu dari sedikit teman yang dimiliki Ying. mereka selalu berbagi minuman dan tertawa bersama kala Tritos melayangkan pandang pada keduanya.
Tak perlu seorang yang cerdas untuk menebak ke mana arah yang dituju oleh Ying. Bisa dipastikan dia kabur ke perbatasan lagi, untuk menjemput atau mengambil entah apa yang tersisa dari tubuh kawannya yang dikirim oleh Tritos dengan tak bertanggung jawab. Si veteran tua tahu ini semua sebagian besar merupakan salahnya.
Namun, Wei yang mendapatkan tugas telah menyatakan persetujuan. Dia tahu resiko yang bahkan dirincikan oleh Tritos sendiri. Wei menyatakan siap untuk berangkat sejak kesempatan pertama, meski Tritos tak menekannya.
Tritos tak mau terdengar pesimis, tapi rasa-rasanya hampir mustahil untuk bertahan hidup saat mendapat serangan pada dada oleh seorang Monoria.
“Terlalu nekat untuk ukuran seorang perempuan yang tak tahu apa-apa tentang daerah utara. Bahkan, aku bisa dibilang lebih tahu soal Monoria ketimbang dia,” Gal mengungkapkan, nadanya jelas menyatakan ketidaksetujuannya atas kelakuan Ying. Adis berpaling cepat padanya, siap tempur, Gal pun tak membantu. Ia malah mengangkat sebelah alis dan meletakkan kedua tangan di punggung, seolah sedang menunggunya untuk memberikan jawaban balasan.
Tritos bisa saja setuju pada pernyataan Gal, tapi kelihatannya hawa dua anak buahnya ini sudah terlalu panas tanpa perlu ia ikut campur. Maka ia menenangkan keduanya sebagai seorang kapten yang baik, yang tidak berpihak siapapun kecuali kepentingan auksilia, “Oke, jangan beradu argumen, atau lebih buruk lagi saling bunuh didepanku saat suasana sedang genting!” Tritos membentak keduanya, lengannya yang melarang terutama ditujukan pada Adis yang secara tak sadar mulai menggenggam pegangan kapaknya dengan wajah yang makin tegang.
“Tak ada yang bisa kita lakukan sekarang,” Ates yang tak tahu apa-apa tentang Wei apalagi Ying ikut nimbrung. "Mengirim orang untuk menjemputnya sama saja membuang-buang nyawa.”
“Aku tahu itu,” Tritos kali ini membentaknya, sebagian besar untuk menumpahkan frustasinya. Marah-marah pada lelaki yang menurutnya seorang pengkhianat Gaedrin itu terasa lebih mudah ketimbang menghentikan kedua anak buahnya bertengkar. “Ngomong-ngomong soal melakukan sesuatu, bukannya kau harusnya mengirim pesan pada legiun-legiun kawanmu dan mengosongkan benteng Godermus dan Kintesos?”
“Aku sudah mengirim seluruh kurir yang kupunya. Semua penunggang terbaik, dengan kuda-kuda yang paling cepat.” Ates mendongak, menunjukkan dagu. “Begitu tiba, aku langsung melaksanakan semuanya. Berbeda denganmu yang selalu marah-marah, Tritos, aku bisa tetap tenang. Walaupun ada suatu hal yang seharusnya membuatku terbakar amarah jika aku bukan orang yang sabar; Primus Pilum-ku ditemukan keracunan pagi ini, kalau kau belum tahu.”