Miles Gloriosus

Saktiwijayarahman
Chapter #19

18. Iurgium

Tritos merasakan tekstur dinding-dinding Nautilus, masih sama kokoh seperti yang diingatnya walau nama telah berganti dan jaman telah berubah.

Dahulu benteng ini bernama Ilmanes. Milik seorang darah-biru, sepupu Raja Galbatora Ketiga. Benteng ini jatuh paling awal, mendapat gempuran dari laut dan darat sekaligus, kapal-kapal besar milik Romana mengangkut ketapel untuk melakukan serangan dari sisi benteng yang paling dekat dengan laut, sekaligus melakukan blokade.

Tiga bulan bertempur, singkat kata kepala sepupu raja menancap di sebuah tombak yang berada di atas gerbang, pasukannya hancur lebur dan harta yang bertumpuk di ruang bawah tanah benteng dijarah atau dijadikan pajangan musium Roma.

Tritos tak yakin apa pasukan ini akan dapat bertahan tiga bulan seperti mendiang saudara raja itu.

ia mengambil pin Romana di sakunya, menatap benda yang sudah berada di genggamannya berulangkali. Pria yang memberikan benda itu kini tak terdengar kabarnya. Ia berhasrat untuk membuang benda itu sekarang. Sangat ingin sampai dadanya sakit. Dalam hati ia bertanya-tanya, mengapa sekarang bukan saat yang tepat untuk mengobarkan pemberontakan lagi? untuk mencari kebebasan lagi? mumpung elang-elang Romana sedang berebut cacing di Ibukota, mumpung singa-singa legiun sibuk mengatasi Monoria dan barbar di Sirnok sana.

Tritos mengerling gerbang kayu yang masih setengah terbuka, tingginya berjengkal-jengkal, para pengungsi dari daerah sekitar masih membanjir masuk untuk mencari perlindungan.

Tritos berpikir untuk pergi, mungkin mengajak Adis dan beberapa bawahan auksilia-nya yang ia yakin setia padanya. Kabur dan mungkin ia akan mencari Quinox dan Mistar yang sudah berbulan-bulan tak ia dengar kabarnya. Mereka bertiga bersama lagi, kemudian meyakinkan Atrebates bahwa mengabdi pada Romana sudah bukan pilihan yang tepat, kemudian menarik pulang Ates ke pelukan Gaedrin, pergi dari ketololannya sekarang.

Sicarius. Ia akan memberikan kesempatan pada nama itu sekali lagi. Bersama lagi, berperang lagi dan biarkan musuh-musuh menghantam. Asalkan panji Babi Hutan tegak, Monoria sekalipun akan ia hadapi dan ini bukan kali pertamanya.

“Kapten?” sebuah suara yang mulai akrab ditelinganya bertanya, dan ambisi-ambisi Tritos menguap secepat datangnya. Sang Kapten auksilia menghela napas panjang sebelum berpaling.

Gal. Pemuda itu bisa membuat pikirannya yang penuh dengan imajinasi pemberontakan berapi-api luntur seketika. Entah kenapa, ia mungkin tak akan pernah mengerti. Mungkin karena semangat orang muda ini, kekeraskepalaannya dalam menegakkan peraturan, atau kehausannya akan kejayaan. Atau mungkin ketiganya secara bersamaan. Ia merasa kalah, walaupun kekalahan yang menyenangkan. Seolah memang sudah takdir ia menitipkan api yang menjilat-jilat di dadanya ini pada Gal untuk mewariskannya.

“Di mana Adis?” Tritos bertanya setelah mengangguk pada Gal yang menghormat padanya.

Gallius mengangkat bahunya, dan menjengit sedikit karena rasa sakit.

Tritos kemarin benar-benar memerintahkan seorang legiun untuk melakukan prosesi pencambukan, seperti yang dipinta oleh Gal. ia pingsan dengan darah menetes-netes pada cambukan ke delapan.

Tritos tak sampai hati untuk melanjutkan hukuman itu, dan tak memberitahunya.

Tritos bisa melihat ia mengernyit tiap gerakan seotot, seiring dengan pakaiannya menggesek luka-luka yang ditutup susah payah oleh ahli medis yang telah menghabiskan berkantung-kantung obat.

“Saya kurang tahu Ahli Pasok kita berada di mana,” Gal berkata dengan rasa enggan yang kentara, membuat Tritos mengangkat sebelah alisnya karena hal itu.

Tritos tahu mereka berdua tak bisa akrab. Kedua bawahannya itu akan langsung saling adu mulut kalau saja Tritos tak berada di ruangan yang sama untuk mendamaikan mereka. Keduanya terlalu bertolak belakang. Adis kelewat ceria dan selalu melintasi garis peraturan kemudian berbalik lagi seolah itu merupakan hal yang remeh, sementara Gal seperti perwujudan Dewi Keadilan yang disembahnya di kuil-kuil yang auksilia lewati. Murung, kaku, tak terpatahkan dan keras kepala.

Tritos sudah berhari-hari memikirkan rencana untuk mengakhiri kebencian mereka terhadap satu sama lain. Sepertinya kali ini waktu yang tepat untuk melakukan hal itu.

“Panggil dia sekarang.”

Gal langsung menghormat padanya sekali lagi, “Siap. Akan saya kirimkan seorang auksilia untuk—”

“Tidak,” Tritos menyela tegas. “aku ingin kau yang mencarinya. Sekarang.”

Lihat selengkapnya