Miles Gloriosus

Saktiwijayarahman
Chapter #24

23. Perfidia

Quin menapaki lantai-lantai marmer yang nampak sangat anggun, matanya menjelajahi patung dada dari wajah-wajah Imperator terdahulu serta lukisan indah yang menampilkan kemenangan Romana dalam perang. Ia memang menyukai banyak hal, bunga dan serangga lucu seperti kepik atau jangkrik adalah sedikit diantaranya, namun keagungan bangsal Romana?

Itu favoritnya.

Jemarinya mengelus pipi-pipi para Imperator terdahulu kala dia lewat. Merasakan dingin dan halusnya marmer. Meski ada beberapa Imperator yang menjabat hanya beberapa hari sebelum diracun atau dipaksa turun tahta, tetaplah patungnya ada di sini. Sama, setara, bahannya semua marmer yang diambil dari satu tambang saja. Sebagai bentuk penghargaan serta pengakuan bahwasanya merebut tahta itu sulit tapi menjaganya lebih berat lagi, mereka para Imperator yang harum namanya dipakaikan mahkota daun salam yang tiap hari diganti dengan yang baru.

Quin tak begitu mengerti signifikansinya dalam agama Pantheon, berhubung ia memegang kepercayaan druidik yang sama dengan orang Gaedrin. Dewa ayahnya yang haus darah membuatnya berpaling, kepercayaan Pantheon Romana pun dewa-dewanya begitu banyak, belum lagi ditambah satu dua Imperator yang menyatakan diri sebagai dewa. Yustinia Si Pemenang, Gaius Putra Fajar, Marcalas Penggenggam Emas, Cinnactus Yang Pergi dan Kembali ….

“Puan Quintilia!” panggil sebuah suara tegas. Quin berpaling dari pemandangan yang sejak tadi menyita perhatiannya.

Ah, Sang Jendral Tinggi yang baru, Eidmos. Ia bertugas menggantikan sosok yang kini duduk di kursi Imperator. Quin merasa teledor sebab melupakan ciri khas suara bariton dari mantan pemimpin legiun sepuluh ini. Quin menjinjing sedikit kain katunnya untuk menyambutnya dengan salam seorang Puan Romana yang sejati.

“Mengapresiasi hasil karya para seniman terbaik?” Jendral Eidmos bertanya akrab dalam Romana-Tinggi. Mulut bangsawannya tak akan pernah mau mengotori lidah dengan Premon yang semua orang bisa mengucapkannya.

Quin hanya menjawab dengan senyumnya yang termanis. Si Jendral balas tersenyum, padahal ia tak pernah melakukan hal itu di hadapan gadis simpanannya yang tercantik sekalipun. Quin tahu ini, karena kebetulan pula Quin mendengar hal itu dari si gadis simpanan sendiri saat Jendral Tinggi memerintahkannya untuk melakukan salah satu "kunjungannya".

Mengingat gadis-gadis itu, Quin sendiri jadi mengerti mengapa banyak orang mengaguminya. Karena ia sulit dicapai, karena ia selalu menggoda namun tak pernah melewati garis kepantasan, tak pernah bisa dicap sebagai perempuan murahan. Quin bisa memastikan hal itu. Apalagi sihir pesona yang telah dipelajarinya secara mandiri, yang mengalir didarahnya dari garis keturunan ibu selaku penyihir yang bisa lari dari Eksterminasi Menara Timur.

“Apa anda akan menemui Imperator hari ini, Jendral Eidmos? Kebetulan beliau juga memanggil saya.”

“Ah, kalau begitu,” Eidmos menawarkan lengannya dengan semangat yang tak ditutup-tutupi, ”tak ada salahnya kita melangkah bersama menuju gedung utama.”

Quin menyambut tawarannya dengan senang hati. Dua orang penting Romana, melewati berbagai patung yang luar biasa sama dengan manusia, baik dari tinggi maupun dari kontur dan kenampakannya. Semua bekas Imperator atau orang terpandang, pahlawan atau Jendral yang berjasa. Tak ada satupun yang buruk rupa.

“Kudengar kau baru saja mengunjungi perbatasan?” si jendral membuka dialog.

“Ya, Tuan. Untuk memeriksa apakah Petugas Atre benar-benar menyelamatkan kawannya dari tiang gantungan.” Tentu saja Quin tak akan mengatakan misi yang sebenarnya, yang benar saja.

“Hasilnya?”

“Tritos si Pedang Selatan sekarang resmi menjadi seorang kapten auksilia,” Quin menjawab dengan nada tak suka. “Saya tak tahu bahwa pemberontakan bisa membuat seseorang mendapatkan pangkat. Mungkin Ates yang lucu bisa melakukan hal itu juga sehingga ia tidak dihina sebagai Petugas Murah Senyum.”

Dahi Eidmos berkerut karena ini, kaitan lengannya yang kesat menegang. “Aku menyayangkan hal itu. tapi, Atre memiliki pengaruh yang cukup besar, aku tidak akan dapat menentangnya secara langsung. Memiliki seorang Gaedrin lagi sebagai pemimpin, walaupun hanya pemimpin auksilia itu cukup buruk. Aku tidak sedang menghina asal-usulmu,” si jendral menambahkan cepat-cepat, kaitan lengannya merapat, seolah takut jika Quin akan langsung melepaskannya.

“Saya tidak tersinggung,” Quin menjawab merdu, kepala dimiringkan sedikit menuju bahu si jendral, “malah saya setuju akan pendapat anda. Mungkin kita bisa melayangkan masalah ini pada Imperator.”

“Ide bagus, Puan,” Sang Jendral menjawab pelan. Matanya beralih dari wajah Quin dengan enggan untuk mengawasi gerbang agung tempat ruangan utama Imperator berada. Kedua sisinya dijaga oleh empat orang legiun yang segera menghormat begitu melihat sosok pemimpin mereka, kemudian membukakan pintu kayu ek berukuran tiga kali tinggi orang dewasa.

Sang Imperator sedang tiduran dengan badan miring di tahtanya. Kedua kakinya sedang dipijat oleh budak dari Afrii, jubah berbahan sutra terbaik dari Burazhong yang longgar membalut tubuhnya, meski pakaian itu tak mampu untuk sepenuhnya menyembunyikan perut tambun sang Imperator.

“Yang Mulia,” Eidmos menyapa dengan hormat setelah melepaskan lengan Quin, disusul oleh si gadis yang juga melakukan hal yang sama.

“Jendral Tinggi Eidmos!” Sang Imperator yang sedang terkantuk-kantuk itu mendadak bangun, sementara budaknya dengan luwes mundur dan mengambil gelas serta menuang anggur, kemudian memberikannya pada sang pemimpin Romana yang segera meneguk kemudian bicara lagi, “aku tak mendengar kedatanganmu. Dan Quintilia? Astaga. Sekarang kita harus memanggilmu dengan sebutan Pisau Berbunga Sang Imperator.” Ia terkekeh atas omongannya sendiri.

Quin terkikik dalam hati mendengar pujian sang Imperator, kemudian menjawab, “Benar-benar sebuah kehormatan bagi saya.”

“Tapi rasa-rasanya aku tak memanggilmu untuk hadir ke sini … oh, ya,” sang Imperator dengan bodoh mengetuk-ngetuk kepalanya sembari terkekeh, “aku lupa. Pasti kau ingin memintaku untuk meresmikan pembentukan legiun kedua puluh, dengan engkau sebagai pucuk kepemimpinannya?”

“Saya juga ingin mengajukan pertanyaan,” si Jendral Tinggi menyela bahkan sebelum Quin membuka mulut. “Saya ingin tahu alasan mengapa anda memanggil saya ke sini.”

Lihat selengkapnya