Tritos diangkat ke atas pedati. Ia mengerang karena kakinya dijatuhkan dengan tak manusiawi, dan sepertinya menghantam sesuatu yang keras.
“Maafkan,” Wei berbisik sembari meloncat naik. Senyumnya yang jarang-jarang untuk sekali ini membayang. “Kita memang harus cepat-cepat, Kapten.”
Tritos hanya menjawab dengan kertakan gigi. Ia merasa perlu membalas senyum itu nanti, entah waktu latihan atau di saat-saat lain.
“Kita berangkat?” tanya anak buah Kaburu, seorang Afrii lain yang tak Tritos ketahui namanya. Masih muda, dipilih untuk mengurus pedati sebab dia yang paling tahu jalan kota Roma. Sesuatu tentang perbudakan dan kemerdekaannya yang dibeli oleh Kaburu. Meski begitu, jelas benar kalau dia tidak berpengalaman dalam tugas melarikan tawanan dari balik jeruji besi. Ia tampak gugup, tangan yang berkeringat mencengkeram kekang erat-erat.
“Cepat!” Adis mendesak setelah melempar pandang sejenak pada Tritos yang tergolek tak berdaya di belakang pedati, Wei dan Ying berada di sisi kiri-kanannya, duduk dengan tak nyaman. Gal dan Jendral Tinggi berada di kursi depan.
Si kusir tak perlu diberitahu dua kali. Ia langsung memecut dua ekor kudanya, yang langsung memacu kaki dengan derap yang memekakkan telinga, ditambah derit roda pedati yang mulai bergerak. Lamat-lamat Tritos masih bisa mendengar keributan yang makin lama makin terdengar dari arah penjara. Mereka sudah ketahuan, beberapa legiun atau mungkin penjaga kota sendiri mendekat, sorot obor yang mereka bawa tak terasa jauh lagi.
“Ada solusi ke mana kita harus pergi, Jendral Tinggi? Kami kekurangan pilihan tempat aman untuk saat ini,” kata Gal.
“Rumahku … ah, tidak. itu tempat pertama mereka akan mencari. Kalau begitu, rumah tinggal salah satu saudaraku di sisi lain kota.”
“Kau yakin?” Gal bertanya, nadanya ragu-ragu, “maksudku, mereka mungkin juga akan mencarimu di sana.”
Senyum licik si Jendral tampak menakutkan, terutama dikarenakan datang dari seseorang yang baru saja mentas dari gelapnya bilik jeruji besi. “Tak ada yang tahu bahwa ia masih berhubungan baik denganku. Kabar yang beredar kami sedang bertengkar, dan dia ingin membunuhku. Sebenarnya kami masih akrab-akrab saja. Tak mungkin mereka akan berpikir aku lari ke sana. Aku akan menyuruhnya untuk memasang harga atas kepalaku nanti pagi, sekedar berjaga-jaga.”
Gal nampak tak heran atas kesiap siagaan itu, berbanding terbalik dengan Tritos yang melihat bagaimana tak hentinya orang-orang Romana ini begitu sigap membuat rencana muslihat menipu satu sama lain dengan cepat. Gal berkata, “Bagus. Bisa tunjukkan arahnya …?”
“Eidmos,” si jendral tinggi balas mendengus. “Panggil aku Eidmos untuk saat ini, setidaknya sampai aku kembali menjadi Jendral Tinggi lagi.”
--