“Wei?”
“Masih di sini, Kapten,” jawabnya tenang.
“Perintahkan Gal untuk membawa pasukannya masuk juga kalau tak mau dicincang habis. Setelah itu tempatkan legiunnya yang paling baik untuk menahan musuh di pintu.” Tak menunggu sedetak jantung pun, Tritos langsung merangsek pada lawan yang masih bersikeras tinggal untuk menjaga aula yang telah dirampasnya ini.
Tritos mengincar satu yang bergerak terlalu lambat. pedangnya menumpul, namun masih cukup baik untuk bisa menggores tangan si legiun yang menjerit dan menjatuhkan pedang pendeknya. Tritos tak berlama-lama, langsung beralih ke yang lain. Jika melawan banyak orang, ia harus berikan perhatian pada mereka satu-persatu, amat sibuk seperti seorang pecinta yang memiliki banyak kekasih.
Wei langsung pergi setelah mendengar perintah kaptennya, sementara Ying untuk kali ini tidak rewel dan membuntuti kawannya itu. Ying ikut maju bersama beberapa legiun yang mengiringinya.
Barisan musuh langsung terdesak tatkala Ying bersama bala bantuan dari barisan legiun itu menghantam. Beberapa memilih untuk mundur sementara Tritos terus menekan, ia berpindah dari satu sisi ke sisi yang lain untuk merusak konsentrasi mereka, kematian hanya sekejap dan pedangnya tak lebih dari sebuah alat untuk mewujudkan hal itu.
Para pendampingnya pun merasakan perubahan dalam diri mereka. Seolah ada tenaga lebih yang mendorong untuk beraksi lebih cepat, mengusir rasa takut dan menguatkan segala tusukan dan langkah kaki. Ying sudah berkali-kali menembakkan nyala panas api namun tak ada rambut putih yang bertambah di kepalanya. Untuk sekali ini, tak ada rasa letih sama sekali.
Tritos tak mengetahui hal itu. ia terus melumpuhkan lawan, mengukir jalan menuju sosok pendeta biru yang kembali menampakkan wujudnya, kali ini di sisi ujung aula. Dia hanya tertawa-tawa, melangkah santai di antara pengawalnya untuk menuju ke arah ruangan utama alih-alih ruangan-ruangan lain.
Tritos berhenti saat legiun didepannya membuang pedang untuk berlari ke arah sisi timur, langkahnya itu diikuti oleh beberapa. Yang masih bersikeras langsung dibabat oleh Tritos sementara lainnya lebih memilih ikut lari ke ruangan utama.
“Jangan kejar! Biarkan saja!” seru Wei kala beberapa legiun yang kelihatan haus darah mau lari menuju ke sisi timur juga. Mereka berhenti, terutama saat tatapan memperingatkan dari Tritos mendera.
Saat-saat Tritos beradu pandang dengan para legiun yang mau membangkang itu, Gal sudah masuk ke dalam, diikuti oleh banyak legiun serta anak buah Kaburu sehingga mereka yang sudah berada di aula ikut memberikan tempat.