Miles Gloriosus

Saktiwijayarahman
Chapter #45

44. Romana Invicta

Mata Tritos berkedip, menyesuaikan diri dengan kelam disekitarnya. Dalam kepanikan pertama ia sangka bahwa ia dibutakan, tapi tidak. ini murni karena gelapnya ruangan. Tercium aroma kencing yang samar. Suara air yang menetes-netes terdengar dari satu sisi.

Gallius laknat. Pemuda keparat itu telah mengkhianatinya. Beserta perempuan jahanam bernama Quintilia yang telah mengkhianati bangsanya. Tritos lebih dari sekedar membenci mereka berdua sekarang, dan berharap agar siksaan paling jahat di dunia bawah dipersiapkan untuk pasangan iblis itu.

Bahkan, rasa sakit di pundak serta leher bagian belakangnya pun ia rasa memudar. Ia sudah mati rasa sekarang, tak merasakan apapun kecuali emosi yang luar biasa. Hatinya serasa diaduk oleh amarah.

Seperti jawaban, ada suara derit besi, pintu jeruji besi yang terbuka. Ada seseorang, dan ia memegang sebuah obor. Bayang-bayangnya tak jelas, walau kian lama ia kian dekat, suara langkahnya keras bergaung di ruangan yang sepi.

“Gallius?” Suara Tritos kasar saat ia tahu siapa sosok yang datang itu. ia memakai semacam tudung untuk menutupi roman mukanya, namun Tritos bisa mengenali resam tubuh itu semudah ia mengenali dirinya sendiri.

“Kapte—”

“Jangan kotori lidahmu dengan julukan itu, Romana licik. Sekarang apa yang kau inginkan, ha?! Kau sudah merampas semuanya dariku. Apa kau menginginkan lengan pemegang pedangku? Atau mungkin benda di selangkanganku ini? Kau sendiri tak punya kan?”

Gallius tertegun mendengar itu. Tritos terengah-engah, ia sangat ingin memukul atau menebas untuk melampiaskan semuanya pada pemuda ini. Ia merasa menemukan kekuatan baru. Tritos mau bangkit, tapi rantai yang ada ditangannya berbunyi. Ia baru sadar ia terikat ke dinding, tak bisa bergerak, kedua kakinya pun dibelenggu.

Maka ia mengalirkan amarah melalui kata-kata. “Adis dan Wei gugur di medan pertempuran, Anjing. Kau senang sekarang? Senang karena jalang yang mendampingimu, senang karena sekali lagi telah berhasil menipu seorang kulit-coklat yang kauanggap bodoh?” Tritos tak bisa melihat ekspresinya, matanya buram.

Buram, dan mengeluarkan air mata.

“Kau seekor binatang tentu tak paham apa arti kesedihan. Aku hanya membuang udara untuk bicara padamu.”

Lihat selengkapnya