Lika tidak pernah tahu sebelumnya, ada luka yang sulit diobati. Luka yang tidak terlihat tapi sakitnya nyata. Luka yang tidak bisa sembuh meskipun sudah minum obat. Tepatnya Lika tidak menemukan obat yang pas untuk lukanya sekarang.
Selama ini, Lika merasa dia seorang jagoan. Jatuh berkali-kali saat pelajaran olahraga di sekolah bukan apa-apa. Cukup mencari kotak pertolongan pertama kecelakaan (P3K) dan mengoleskan betadine di atas lutut atau lengannya yang berdarah. Dia hanya perlu meringis pedih sesaat. Setelah perban membalut lukanya, dia akan tertawa riang lagi. Lupa dengan sakit sebelumnya.
Lima jam sudah berlalu sejak kejadian nahas sore tadi. Namun, saat Lika meraba dadanya, rasa sakit itu masih ada. Kemudian, Lika turun dari ranjang karena kantuk belum juga dirasakannya.
Lika melangkah perlahan. Dia menuju kamar tidur adiknya. Letaknya tepat di seberang ruang tidur Lika. Pintu berwarna putih dengan tulisan “Princess Milli Sleeps Here”.
Di depan pintu kamar Milli, mata lika bertemu dengan mata bulat peri bergaun hijau yang sedang mengayunkan tongkat. Peri yang tergambar pada sebuah stiker yang Lika tempel sendiri di pintu kamar Milli.
“Apa kamu juga menyalahkanku?” ucap Lika lirih pada gambar peri hijau di depannya. Peri itu tokoh dalam buku yang sering dia bacakan untuk Milli. Peri itu dipanggil Tinker Bell.
Milli sangat menyukai Tinker Bell karena itu Lika meminta ibunya menghias pintu kamar Milli dengan stiker Tinker Bell.
Lika menghela napas.
Pintu kamar Milli terbuka sedikit. Lika memberanikan diri mengintip ke dalam. Lampu tidur dengan penerangan yang minim masih bisa membuat Lika melihat Milli. Adiknya sudah tertidur pulas. Napas adiknya terdengar halus di telinga Lika.
“Aku tidak menyangka kamu bisa tidur sepulas ini setelah menangis sekencang tadi,” ucap Lika pelan.
Milli memakai piama pendek, kepala dan lengannya dibalut perban putih. Lututnya yang tertutup selimut juga dibalut perban yang sama.
Lika mengusap lengan Milli pelan, “Pasti sakit banget ya, Mil?” tanya Lika di hadapan Milli yang tengah tertidur.
Lika menggengam tangan Milli. Baru kali ini Lika merasa dadanya begitu sesak dan penuh. Akhirnya, dia meneteskan air mata yang tidak sempat tumpah sore tadi.
Meskipun tadi sore adiknya menangis begitu kencang. Lalu, pertama kali ibunya memakai nada tinggi saat berbicara kepadanya. Lika hanya terdiam.
Lika terlalu terkejut melihat sisi lain ibunya. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengurangi rasa sakit adiknya. Sementara itu, saat yang sama dadanya juga terasa sakit meskipun tidak ada luka fisik yang terlihat. Dia ikut sakit melihat adiknya terluka. Dia ikut sakit karena ibunya menjadi orang yang berbeda.
Setelah menangis tanpa suara, Lika akhirnya bisa tertidur di samping adiknya.
***
Sepertinya malam itu yang sulit tidur bukan hanya Lika, tetapi juga ibunya. Setelah mencoba menutup mata berkali-kali dan gagal. Padahal, suaminya sudah tertidur menanggalkan rasa letihnya. Klara memutuskan mencari penenangnya.
Hanya ada satu tempat bagi Klara untuk mencoba mencari penenangnya yaitu kamar putra dan putrinya. Pintu ruangan Lika terbuka dan cahaya masih menerangi ruangan.
Dia baru teringat setelah menemani Milli sampai tertidur. Dia lupa mengecek putra sulungnya sudah tertidur atau belum.