Apa semua anak-anak suka bermimpi?
Apa semua mimpi itu menyenangkan?
Mimpi Lika malam ini sepertinya sedikit abu-abu. Sepertinya akan ada yang bertanya mimpi abu-abu seperti apa?
Apakah segelap langit yang mendung? Apakah seperti sisa pembakaran kayu bakar? Apakah seperti warna dinding ruang tamu rumah Lika yang tanpa emosi. Namun, tampil memesona karena ibunya adalah seorang ahli tata ruang yang cukup andal. Bisa menyulap ruangan itu, di antaranya dengan cara menaruh tanaman hijau dan juga meletakkan bunga lili di atas meja.
Abu-abu adalah warna antara hitam dan putih. Berarti abu-abu ada di tengah hitam dan putih. Bisa juga abu-abu tidak memihak keduanya. Bila hitam adalah lambang kesedihan dan putih rasa bahagia. Itu artinya mimpi abu-abu sebenarnya sangat membingungkan.
Lika tidak akan tahu itu mimpi sampai dia terbangun dan membuka matanya. Mimpinya seperti reka ulang peristiwa sore tadi. Antara realita dan mimpi saling bertubrukan dalam kepala Lika.
***
Memori otak Lika mengulang lagi saat dia asik bermain sepeda BMX sore tadi. Sepeda itu hadiah ulang tahun untuknya enam bulan lalu.
Lika tidak membutuhkan waktu lama untuk belajar sepeda. Hanya dalam beberapa minggu dia meminta ayahya melepas roda bantu yang menjaga keseimbangan sepeda. Dia merasa sangat ahli dalam bersepeda. Mungkin pernah terpikir oleh Lika untuk menjadi pembalap sepeda. Lika selalu bersepeda dengan kecepatan yang luar biasa cepat.
Sore itu, Lika dan Milli pergi ke taman bermain dekat rumah. Jaraknya tidak jauh. Hanya melewati 4 rumah orang lain. Milli berjalan kaki dan Lika menaiki sepeda dengan lambat.
“Kak Lika, apa bersepeda itu menyenangkan?”
“Menyenangkan.” Lalu. Lika teringat sepeda kecilnya,”Ah, sayang sekali sepeda roda tiga milikku sudah rusak. Mungkin kita harus minta Ayah membelikan yang baru untukmu. Kita bisa bersepeda bersama.”
“Apa Milli tidak bisa naik sepeda Kakak yang ini?”
“Roda bantunya sudah dilepas. Kamu tidak akan bisa menaikinya,” jelas Lika.
Sepertinya Lika berpikir minat Milli bersepeda akan berhenti dengan penjelasannya. Tidak ada hal baru ketika mereka bermain di taman itu. Hampir semua anak yang ada di perumahan mereka sepertinya mengandalkan taman ini sebagai taman rekreasi.
“Lika, Milli. Ibu kalian tidak ikut?” tanya Nenek Padma.
Seorang nenek yang rumahnya tepat di samping taman bermain. Tiga rumah dari rumah Lika dan Milli.
“Ibu Milli sedang masak,” jawab Milli.
“Iya, sedang masak.” Lika menegaskan jawaban Milli.
Sore itu sangat banyak anak yang bermain di taman. Ayunan kesukaan Milli digunakan oleh orang lain. Milli tidak cukup berani untuk meminta ayunan ke anak yang lebih besar darinya. Milli memilih bermain pasir. Sementara itu Lika hanya bersepeda mengitari taman.
Ada 10 putaran Lika mengayuh sepedanya. Keringat mengucur di keningnya. Ditambah lagi beberapa menit setelahnya teman sebayanya datang. Dia makin asik dengan sepedanya. Sesekali matanya memandang adiknya. Milli terlihat bermain pasir sendiri. Lika langsung menaruh sepedanya dan mendekati Milli.
“Kamu tidak main ayunan?” tanya Lika.
Milli hanya menggeleng dan asik dengan pasir di tangannya. Lika menatap ayunan yang dipakai oleh anak perempuan lain seusianya.
“Kalau kamu mau main ayunan. Kak Lika bisa bantu kamu,” tawar Lika.
Milli akhirnya menautkan pandangannya ke Lika.
“Lihat kakak-kakak yang bermain ayunan sudah pergi. Sekarang kamu bisa menaikinya,” ucap Lika.
Milli dibantu Lika berdiri. Lika menggandeng tangan Milli dan berjalan ke arah ayunan besi dengan model bulat. Lika membantu Milli naik. Lika mengayun sedikit kemudian ikut naik. Mereka duduk berhadapan di ayunan.
“Kak Lika, Milli ingin naik sepeda,” kata Mili.
“Tunggu Ayah membelikan sepeda untukmu,” jawab Lika.