Mimosa Pudica

Kirana Putri Vebrianti
Chapter #1

Prolog

Kuseduh kopi disenja hari, kata orang itu indie. Mendengarkan lagu fourtwenty dan kuteguk kopi sambil duduk di halaman rumah sore ini. Aku menikmati ketenangan sambil sapa salam pada orang sekitar, kubaca novel tentang edukasi. Sambil mengintip sesorang yang kucintai lewat untuk lari, lalu menyapaku dengan akrab "hai cumi". Iya.. dia menyapaku dengan panggilan itu, karna sudah terlalu lama kita bersama. Namun perasaan padanya, tak kunjung ku sampaikan sampai detik ini. Mungkin benar cinta sejati tak harus memiliki, namun juga tak ada sedikit kata yang ingin ku ucap kepada sabahat ku ini. Ini karna aku terlalu cinta sampai aku harus tutup muka, atau ini karna aku yang tak punya nyali untuk berdiri berkata cinta yang sudah ku pendam selama ini?. Beberapa kali dia lewat sambil tersenyum manja, namun tetap saja daku hanyalah seorang sahabat dan tak sepatutnya daku menginginkan lebih dari kata teman. Mungkin aku yang salah, telah memilih menetap tanpa balas dihati seseorang yang tak mudah lepas lalu membuat ku tertindas oleh perasaan yang tak pernah jelas. Fikiranpun melayang tak berarah, berlalu lalang sebuah tanya tentang apa cerita ini semua. Setelah tujuh tahun bersama, muncul perasaan yang kuanggap salah dan banyak orang merasakannya. Mungkin bagi mereka cinta tak pernah salah, namun waktuku saja yang kurang tepat.

Diam, bisu, sendiri, menjalin hubungan kasih dengan sahabat sendiri. Ini belum apa-apa masih lebih rumit teka-teki silang diatas meja belajarku. Ini belum belum waktunya menyerah, itu kata hati ku. Namun fikirku memberontak seakan-akan kamu sedang salah jalan, coba putar balik kearah berlawanan. Jangan ada cinta bila tak mau akhirnya berpisah selamanya. Tujuh tahun mu tak akan sia-sia bila kamu tak bersamanya kali ini, bukan untuk melarang mu. Namun sungguh waktu masih tak berpihak pada mu. Nikmatilah seduhan kopi khas mu dan lamunkanlah keluh kesal mu pada senja, sepenuhnya senja bisa kau nikmati dan selalu datang setiap hari menghampiri jutaan hati yang tersakiti ataupun yang masih saja sendiri. Sendiri dalam pilihan atau sendiri karna keadaan masih sama saja dengan kata sendirian. Ini kebodohan yang tak disengaja, dan untuk kedepannya mungkin aku akan sejenak lebih diam saat bertatap mata dengannya.

Tak terasa matahari sudah hampir tenggelam, pandanganku mulai kabur aku segera masuk dan memulai kata yang kutuliskan pada buku hijau diatas meja belajar tersorot lampu belajar dan terhias bulpoin bertinta merah juga hitam di sampingnya. Aku mulai menuliskan soalnya yang sampai sekarang masih kurindukan, aku mulai menuliskan nama indahnya "Reno". Sudah menjadi rutinitas ku menuliskan sepenggal kata yang tak sempat mulutku katakan pada sohib ku.

Kuharap kelak kita akan membaca buku ini saat tubuh mulai menua, diatas puncak mahameru sambil menikmati awan bak pantai terhias matahari senja yang hadir memberi kehangatan. Entah sampai kapan aku akan tetap berharap pada kepastian yang tak mungkin terbalaskan, ini aku yang masih menggenggam erat 7 tahun rasa yang masih ada. Dulu aku berfikir rasa ini wajar ada karna kita terlalu lama bersama, dan dulu pula ku berfikir mungkin ini cinta hanya bercanda lalu lewat untuk mampir pada hati kosong yang belum tau makna dari suatu rasa cinta itu sendiri. Namun aku tersadar aku sudah remaja dan usia ku mulai beranjak 17 tahun, dan rasa itu masih sama. Malah lebih besar dari yang dahulu kala.

Lihat selengkapnya