Mimpi dibalik layar

Bangbooszth
Chapter #13

Si paling skincare

Beberapa minggu berlalu sejak malam kejutan ulang tahun Yakin di pinggir danau. Kehidupan kembali berjalan seperti biasanya, namun dengan sedikit perubahan yang membuat segalanya terasa lebih ringan. Berkat bantuan Arga dan Naya, Yakin akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan baru di sebuah kantor kecil yang tidak jauh dari tempat kosnya. Pekerjaan itu mungkin tidak terlalu besar, tapi cukup untuk membantunya menutupi kebutuhan sehari-hari serta membantu keluarganya di kampung.


Di sisi lain, Arga pun kembali menjalani aktivitasnya seperti biasa. Pekerjaannya berlangsung dengan lancar, meski kadang terasa monoton. Setiap hari sepulang kerja, ia mencoba menyempatkan diri untuk melanjutkan menulis novelnya, sebuah mimpi yang terus ia kejar meskipun sering terbentur dengan rasa malas dan kebingungan tentang arah ceritanya.


Sore itu, Arga duduk di kursi kosannya. Laptopnya terbuka, dan halaman kosong dari bab selanjutnya novel yang sedang ia kerjakan menanti untuk diisi. Di tangannya, secangkir kopi hangat menemaninya merenung. Sesekali ia mengalihkan pandangannya ke langit yang mulai memerah di ufuk barat, tanda hari mulai berakhir.


Ia teringat bagaimana beberapa minggu terakhir cukup intens bagi mereka semua. Mulai dari hilangnya Yakin secara mendadak, pertemuan mereka kembali, hingga akhirnya Yakin membuka semua hal yang selama ini ia pendam. Arga merasa, dalam beberapa bulan ini, ia tidak hanya belajar tentang sahabat-sahabatnya, tapi juga tentang dirinya sendiri.


"Siapa sangka, Yakin bisa sekuat itu," pikir Arga sambil menyesap kopinya. Semua yang Yakin alami membuat Arga menyadari, bahwa beban yang dipikulnya selama ini ternyata tidak seberat yang dia bayangkan.


Di tengah lamunannya, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Naya.


"Arga, gue lagi di kafe biasa. Lo lagi sibuk nggak? Kalo nggak, mampir sini deh, mau cerita sesuatu."


Arga membaca pesan itu dengan senyum tipis. Sejak kejadian malam di pinggir danau itu, Naya dan Arga jadi lebih sering ngobrol dan saling berbagi. Tanpa banyak pikir, Arga segera menutup laptopnya dan bersiap berangkat.


Sesampainya di kafe yang mereka sering kunjungi, Arga melihat Naya sudah duduk di salah satu meja di pojok. Tangannya memegang secangkir teh, dan ekspresinya terlihat sedikit serius. Arga langsung menghampirinya.


"Ada apa? Lo kelihatan serius banget," sapa Arga sambil menarik kursi dan duduk di hadapan Naya.


Naya menghela napas sebelum menatap Arga. "Gue cuma mau ngomongin soal Yakin. Lo udah lihat perubahan dia, kan?"


Arga mengangguk pelan. "Iya, gue liat dia mulai lebih baik. Gue senang dia akhirnya dapet pekerjaan. Tapi kenapa lo nanya soal Yakin?"


Naya menyesap tehnya sebelum menjawab. "Gue cuma khawatir aja, Ga. Meskipun dia kelihatan lebih baik, gue ngerasa dia masih nyimpan banyak hal. Kayak ada sesuatu yang dia gak mau kita tahu."


Arga terdiam, merenung sejenak. "Gue juga mikir hal yang sama, Nay. Mungkin dia nggak mau kita khawatir lagi, jadi dia nyoba nutupin beberapa hal."


Naya mengangguk pelan. "Iya, mungkin. Tapi gue berharap dia bener-bener baik-baik aja. Karena gue beneran nggak mau dia balik ke kondisi waktu dia ngilang dulu."


***


Setelah beberapa menit duduk bersama di kafe, Naya mulai bercerita tentang kesehariannya di kampus. Topik yang ia bicarakan berkisar dari dosen yang menyebalkan hingga tugas-tugas yang menumpuk. Namun, di tengah obrolan, Naya tiba-tiba berubah arah dan mulai bercerita tentang hal lain.


"Ga, lo tau gak? Gue baru beli skincare baru minggu lalu, dan gue beneran suka banget!" kata Naya dengan antusias, sambil mencondongkan tubuh ke arah Arga. Matanya berbinar-binar seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru.

Lihat selengkapnya