Mimpi - Gadis Berkerudung Merah Muda

Imron Mochammad Alghufara
Chapter #1

PROLOG

Purwokerto, Pertengahan tahun 2009.

MATAKU terbelalak, sementara dadaku seperti dihimpit oleh ribuan mawar-melati yang semerbaknya sampai ke tulang rusuk dan darah nadiku. Deru nafasku semakin membuatku tak bisa terlelap lagi, meski sempat terpejam sesekali, itupun karena tercium wangi atmosfernya. Sepertinya ada film romantis telah diputar dalam alam bawah sadarku, semalam. Sebuah mimpi yang telah mengganggu mekanisme pradormitium(1)-ku; sehingga mataku mampu terjaga sepagi ini dengan dermawannya.

Tak lama, adzan subuh terdengar bersautan. Aku mendengarnya seperti kabel listrik di persimpangan jalan, yang malang-melintangnya semrawut(2). Suaranya sangat mengusik telinga lancipku. Membuatku merasa harus beranjak dari ranjang, lalu menjebleskan kepalaku ke tembok beberapa kali. Karena, dahiku masih terus ditumbuhi tanduk, dan kulitku masih sering memerah, dengan buntut lancip menggelayut di bokongku seperti tikus. Mungkin Iblis sudah sangat keterlaluannya bersarang di dalam kepalaku. Sehingga pagi ini aku merasa harus menguliti diriku, dan menggergaji tandukku dengan hentakan. Hiyah...!!!

Pagi yang lebih dingin dari biasanya terasa menusuk-nusuk kulit. Kakiku pun sampai oleng saat menyentuh lantai keramik. Dengan langkah gontay aku paksakan keluar dari ruang kamarku—yang sedikit lebih hangat; kayak susuh manuk(3).

Sembari meringkuk, aku membalut tubuhku dengan lengan, lalu berjalan menuju kamar mandi, melintasi dinginnya lantai keramik ruang keluarga. Awalnya tak tahu apa niatnya. Kran kubuka perlahan, dan ternyata niatku lebih baik dari sekedar buang air. Aku basuh wajah tiga kali setelah berkumur dan bersihkan upil, lalu mencuci bersih kaki hobbitku(4). Setelah itu aku berjalan dengan tubuh yang semakin mengkirut seperti orang penyakitan menuju ke arah sebuah ruangan. Ternyata aku benar-benar menuju arah mushola/ mihrab rumah yang kusebut Nurul Ghafar(5), tanpa menoleh ke belakang sedikitpun. Sambil mengamati pintu mihrab itu; yang ternyata lebih mirip pintu bar di film coboy (kalau pintu bar itu celana pendek, ini versi celana panjangnya), dan keduanya terpasang pada sepasang ambang beton palsu gypsum, yang kunamai Yakin wa Bu’az(6).

Lihat selengkapnya