BEBERAPA hari ini—berkat Nur—aku dan Liya sudah mulai akrab dengan rutin berkirim SMS; seperti menyapa selamat pagi, menanyakan makan siang, atau mengirim ucapan, ‘Met bobo, moga mimpi indah,’ menjelang aku memulai kerja lembur. Selain itu, kami pun sudah mulai membicarakan tentang banyak hal, mulai dari ‘kegiatannya di rumah’ sampai kami jadian lewat SMS, beberapa hari yang lalu.
Inilah lucunya kalau deketin anak sekolah, banyak hal-hal yang sebenarnya konyol tapi bisa dimaklumi. Hanya ketik kata ‘Jadian’ lalu kirim lewat SMS, maka rasa-rasa mulai tumbuh, berlanjut dengan perhatian, dan sekarang dia sudah memanggilku ‘mas’, dan aku memanggilnya ‘ade,’ karena memang tahun lahir kami berjarak cukup jauh. Walaupun—menurutku—itu bukan panggilan istimewa. Tapi, hanya itu yang terjadi sejauh ini, dan untuk saat ini, akan sangat canggung kalau sampai ada di antara kami yang memanggil, ‘Sayang’.
Meski kami sudah jadian, namun Liya belum pernah sekalipun mau menerima telfon dariku. Jadi, dari awal bertemu sampai detik ini, aku belum pernah dengar suaranya. Maklum masih anak sekolahan, mungkin masih malu-malu.
Kami pun sudah bertukar akun facebook. Di situs jejaring sosial itu, Liya memakai nama ‘Mavia Cinta’. Nama yang membuat sebagian besar laki-laki mungkin akan memandang dia sebelah mata. Aku pun merasa seperti ditodong senjata, dan siap-siap dirampok oleh segerombolan bandit womens yang memakai bra bermotif Leopard. Inilah yang akan mengobrak-abrik pertahanan kaum Adam, terutama yang seperti aku ini.
Aku sudah add dia, tapi sudah beberapa hari belum juga dikonfirmasi.
***
Malam ini, aku pulang jam tujuh. Dua cewe PKL itu pun sudah beberapa hari ini selesai praktek kerjanya. Jadi, dari kemarin tak ada yang membantu kerjaanku. Terasa nyaman tanpa mereka, meskipun lebih sepi. Liya pun sudah tidak pernah ke kota ini lagi, dan hubunganku dengan dia sekarang berjudul: “A Little Long Distance Relationship;” ‘hubungan jarak jauh yang deket’ mengingat cuman setengah jam perjalanan ke kotanya Liya. Meskipun dekat, tetap saja itu luar kota.
Seperti biasa, setelah masuk kamar dan menaruh apa yang seharusnya ditaruh, aku menghampiri meja komputerku. Aku menoleh ke kabel koneksi internet, ternyata lampu berwarna hijau berkedip-kedip seperti Cryptonite Stone. Jaringan paralel 4 rumah yang servernya di rumah tetangga itu pun aktif. Ini pertanda baik untuk menghabiskan malam di depan komputer.
Tombol power di bagian muka CPU langsung kupencet. Mandi dan makan malam pun terlupakan sudah. Browser Mozilla firefox dengan cepatnya terbuka, lalu huruf f terpencet di kolom address: go to website, secara otomatis tampilah facebook.com//… terus masuk ke akun facebook-ku. Sontak terlihat beberapa pemberitahuan. Salah satu pemberitahuannya adalah “Mavia Cinta menerima permintaan pertemanan anda, tulis sesuatu di dinding Mavia Cinta”. Sementara akun Liya sedang tidak On.
Mulailah aku menelusuri timeline-nya di dunia jejaring sosial tersebut, yang tadinya aku tak punya wewenang untuk itu. Kulihat dengan seksama semua foto dan tulisan-tulisannya. Tak ada yang menarik. Foto-fotonya memperlihatkan sisi kekanak-kanakannya, dan tulisan-tulisannya pun masih lugu. Namun, di dinding profilnya banyak laki-laki mengirim perhatian nakal mereka, dan berhasil memberikan rasa cemburu di hatiku. Secara spontan, aku pun menghela nafas dalam. 'Kok gini ya,' batinku.
Apakah ini hanya kewajaran pergaulan anak-anak ABG zaman sekarang, setidaknya dilihat dari sudut pandang keumuman zaman ini. Pergaulan yang lumrah bagi perspektif generasi ini (artinya: tidak tabu), atau mungkin aku yang dulu lurus-lurus saja dalam masalah asmara dan perempuan. Entahlah? Aku sadar, ini akhir zaman yang harus aku maklumi sepenuhnya. Karena ini memang harus terjadi.
Aku cari henfonku, lalu aku putuskan untuk SMS Liya.
Aku: “Dhe, lg ngapain?”