Mimpi - Gadis Berkerudung Merah Muda

Imron Mochammad Alghufara
Chapter #11

SEPINTAS DRAMA KELAM

Jangan pernah melihat buku dari sampulnya...

BELAKANGAN ini banyak terdengar cerita-cerita negatif tentang Erma yang menusuk-nusuk telingaku. Kabar busuk itu keluar dari mulut tetangga-tetangga Erma yang punya rumah gedung dan berlantai keramik. Mereka sepertinya sulit merasakan seperti apa kerasnya kehidupan gadis malang itu yang sebenarnya. Mereka mencemoohnya seolah-olah mereka tak punya noda hitam sedikitpun dalam hidupnya, kata mereka; Erma itu perempuan gampangan lah, sering dibawa om-om pakai mobil lah, seakan semua hal begitu hitam di kehidupan Gadis Pinggir Kali itu. Aku benar-benar tak sampai hati. Memang hitam dan putih secara ragawi mudah ditentukan, tapi ketika putih itu hanya kulitnya saja, Tuhan pun akan menghukumnya. Mereka memakinya, tanpa melihat realitas yang mungkin Tuhan saja akan memakluminya-- karena memang semua yang terjadi adalah kehendak-Nya. Tak ada gadis yang mau di posisi Erma sekarang, dan ketika itu demi bertahan menghadapi keadaan hidupnya, kenapa tidak? ketimbang menyerah kepada keadaan. Semua perbuatan pasti akan ada konsekuensinya, dan itu bukan urusan kita. Jadi, tak ada yang berhak menghakiminya, tanpa memberi solusi, menurutku.

Dunia memang penipu ulung dan abu-abunya itu memperdaya penghuninya. Ketika seseorang sudah diperdaya oleh dunia, dia akan berbalik merajamnya dengan batu-batu hujatan dan langit seakan tertunduk diam dalam putih awannya. Mendungnya kadang hanya menangisi mereka, tanpa berbuat banyak.

Kabar burung yang busuk pun sampai juga ke telinga teman-teman kerja dan membuatku malu. Bahkan ada tetangga Erma yang menemui langsung Mbak Riya dan Mas Basuki, untuk memperingatkan bahwa Erma bukan perempuan baik-baik untukku. Karena memang Mas Basuki adalah anak dari bude-ku, jadi, mungkin dianggap berhak mengetahuinya. Begitu pedulinya mereka padaku, sampai berani menasehatiku ‘ini-itu’ tentang Erma.

Karena banyak kabar busuk itulah, Okta meradang. Adik perempuanku itu sampai-sampai melabrak Erma habis-habisan dan menyuruhnya untuk menjauhiku. Okta adalah adik perempuanku, selain adik bungsuku yang laki-laki, yakni Putra. Dia lebih dekat denganku ketimbang Putra, karena umur kami terpaut tidak terlalu jauh. Banyak hal kami lewati bersama dan banyak masalah yang sering kami atasi bersama. Bisa dilihat, betapa pedulinya dia padaku, sekarang. Walaupun tindakannya ini sangat tidak tepat.

Erma sendiri yang memperlihatkan semua SMS Okta kepadaku, dan menceritakan semua yang terjadi ketika adik perempuanku itu datang ke rumahnya.

“Adikmu mungkin benar, Mas!” kata Erma sambil meneteskan air matanya, “Aku tak pantas berteman denganmu, Mas.” 

“Kamu ngomong apa si, Er? Aku tulus berteman denganmu. Sudahlah! Nggak usah diambil hati. Adikku hanya termakan omongan orang.” Ucapku, sambil setengah menunduk, karena malu melihat keadaan Erma.

“Lihat aku, Mas!”.

Sontak aku berpaling ke wajahnya, lalu menatap matanya yang penuh sendu dan basah air mata, serta pakaiannya yang terlihat berantakan.

Lihat selengkapnya