Mimpi - Gadis Berkerudung Merah Muda

Imron Mochammad Alghufara
Chapter #16

RENCANA KE MALAYSIA

Ambisi... merubah hidup...

BEBERAPA BULAN ke depan adalah saat-saat tersibuk bagi anak sekolah yang akan menghadapi ujian. Dari bulan Maret kemarin, Erma sebenarnya sudah disibukkan dengan ujian prakteknya; sebentar lagi Ujian Sekolah dan Nasional menunggunya. Beban berat itu, mungkin akan terbayar bila suatu saat dia mendapatkan impiannya, dan bisa menyekolahkan adik-adiknya, serta membukakan Ibunya warung klontong yang lebih pantas, seperti yang sering diutarakannya kepadaku. 

Tapi, untuk sekarang, syukurlah kalau semuanya sudah dapat diatasi. Erma sudah bisa ikut ujian dan akupun lega mendengarnya. Satu hal yang membekas dari kejadian kemarin adalah, aku menemukan warna merah muda dari kehidupan Erma. Kartu ujian itu ternyata berwarna merah muda, dan sekarang dia juga sudah memakai kerudung. Meskipun tampak konyol, tapi, mungkin ini juga petunjuk. Anggapanku pun semakin kuat kepada Erma.

Aku akan menari-nari saja… dalam jerat buhul-buhul-Nya.

***

Sekarang, seperti biasa pekerjaan rutinku sedang menunggu, namun aku berharap ada keajaiban terpampang di depan, untuk mengubah nasibku. Yaitu, keajaiban yang akan membuatku merasa tak terkalahkan lagi jika menghadapi pria-pria yang memiliki kehormatan di tengah-tengah masyarakat. Sebab semua terasa seperti terbang—satu persatu—menjauh dariku saat aku berspekulasi tentang cinta sejak kebangkitan itu. Sentimentil kisahku dengan Liya terpampang lagi sejenak, dan bayangan ketidakjelasan Erma pun menutupinya. Mungkin ini hanyalah sebuah didikan baru dari-Nya. 

Facebook aku buka. Seketika muncul deretan foto-foto ulang tahun Erma kemarin yang masih segar, karena baru saja di-upload. Ada satu foto yang terpampang di dinding profilku, yaitu foto Erma dan Rosa yang bersama-sama memegang Black Forest dengan pose seperti orang yang menyerahkan kue itu, dan di dinding Erma tertulis status, “Terima kasih banget buat Rosa, Kikan dan seluruh teman-teman yang sudah hadir di ulang tahunku. Terima kasih juga buat Mas Abi. I Love U All.” 

Melihat foto-fotonya, aku tersenyum karena sudah bisa mewujudkan mimpi Erma, dan mungkin juga teman-teman deket Erma turut menyumbang. Tapi, kebanyakan foto Erma memperlihatkan kemurungan; mungkin karena beban biaya ujian itu, atau rasa tak enak hati karena sudah merepotkanku, entahlah? Walaupun, ada beberapa ekspresi cerianya, yang berhasil membuatku bernafas lega.

Setelah henfon merah itu dijual. Beberapa hari aku pun tak bisa menghubungi Erma. Beruntung, Erma mendapat pinjaman henfon dari kakaknya. Sementara aku masih memegang henfon bututnya Erma. Sehingga kami pun tak lost contact lagi. 

Sebenarnya, aku berniat menyerahkan henfon bututnya Erma lagi, ketika kami lost contact, karena aku juga ada henfon lagi--pinjam dari Bapakku. Namun, selain karena ragu dan gengsi, tapi juga karena belum sempat, dan sepertinya henfon kakaknya pun lebih memadai dari pada henfon butut itu.

***

Siang ini, dalam termenungku, tiba-tiba terdengar dering suara telfon masuk, yang bergetar memecah sepi suasana. Senyumku pun melingkar seketika, karena itu dari Erma. 

“Hallo…” 

“Hallo, Mas…”

“Ada apa, Er…?”

“Mas tadi di sekolah ada pendaftaran untuk magang kerja.” 

“Bagus itu, Er. Di mana?” 

“Di Malaysia.” 

“Hah ouh... kamu ikut daftar?” 

“Ya ikutlah, Mas.” 

“Apa... ?” 

“Kenapa, Mas? kok kaget gitu?”

“Nggak papa, Er… ee… gini Er… jauh amat… kenapa harus Malaysia?”

Lihat selengkapnya