MESKIPUN di kantor tak ada koneksi internet, di warnet pun jadi. Bahkan sehari setelah aku sampai di Bali, aku langsung mencari warnet. Kebiasaan ketika kuliah dulu, membuatku sedikit latah dengan hal-hal semacam ini. Sekarang nongkrong di warnet, sambil ngerokok dan ngopi, menjadi semacam rutinitas yang kutemukan kembali. Setiap seminggu sekali, atau dua kali seminggu, bahkan pernah seminggu setiap hari, aku turun bukit, untuk sekedar menghibur diri lewat internet. Warnet langgananku ada di Jl. Raya Uluwatu utara, yang dekat dengan wilayah pantai Kedonganan; tempatnya kecil, sumpek dan tanpa AC. Asap rokok biasanya meninggalkan noda karat di tembok-temboknya, dan asbak-asbaknya berceceran puntung. Tempat yang jauh dari kenyamanan sebenarnya, tapi entah kenapa aku merasa seperti di rumah sendiri.
Awalnya, hanya sekedar update status-status baruku di Pulau Dewata, sambil pamer foto-fotonya, tapi lama-lama menjadi sarana untuk kembali dekat dengan mantan kekasih. Sang mantan yang sekarang kembali lagi di pelukanku sebagai kekasih.
Akun fb Liya yang sekarang adalah buatanku. Karena akun fb-nya yang lama sudah tidak aktif lagi. Akun fb yang memakai nama ‘Mavia Cinta’ terakhir menghapus pertemanan denganku, tepat setelah aku mengatakan bahwa Liya aku anggap hanya sebagai adik. Semenjak itu pula, Liya mengabaikan akun itu, sampai lupa password-nya.
Beberapa malam seminggu yang lalu, aku sudah membuatkan akun fb baru untuknya, dengan nama ‘Princess Fortuna’, nama yang aku harap bisa memberi berkah untuk hubungan kami. Dan benarlah, bahwa nama adalah doa. Kami pun semakin dekat dengan adanya akun media sosial itu. Kami seakan mengulang hubungan kami dulu yang selalu dipisahkan jarak, dan didekatkan oleh dunia virtual. Hanya saja sekarang sedikit lebih nyata, jaraknya.
Liya sudah upload foto pertamanya, dan menjadikannya sebagai foto profilnya. Sebuah foto dengan posisi jongkok memakai baju (bukan kaos) merah muda. Rambutnya berponi, dan panjangnya lebih rendah sedikit dari bahu. Sudah pasti dia terlihat sangat cantik, dan warna merah muda membuatku tersenyum, tapi belum juga ada tanda-tanda Liya memakai kerudung.
“Itu foto lama, Mas” kata Liya.
“Oh, kok nggak yang baru sih. Yang baru, dong!”
“Tapi, nggak lama-lama amat sih, Mas.”
“Kamu masih imut kayak dulu yah...”
“Enggak kok... aku udah gede loh...”
“Gede apanya?” candaku.
“Ih, mas... jangan porno dong!!”
“Apaan sih... hidungmu yang membesar...?”
“Bukan... hatiku yang jadi gede... buat kamu...”
“Hehe... bisa aja kamu...”
“Iya dong... kan udah gede...”