Mimpi - Gadis Berkerudung Merah Muda

Imron Mochammad Alghufara
Chapter #40

PERISTIWA DI BULAN MARET

Kamis, 22 Maret 2012, ‘Isu Bom’

MALAM INI, adalah malam menjelang hari raya Nyepi, atau malam dari upacara Bhuta Yajna; yang menurut Darse adalah salah satu rangkaian dari upacara-upacara yang dilakukan untuk menyambut Nyepi; setelah sebelumnya sudah dilakukan upacara Melasti, yaitu: membersihkan peralatan peribadatan, dan diri sendiri di pantai-pantai atau danau-danau. 

Masih menurut Darse, malam ini adalah waktunya untuk pawai Ogoh-ogoh. Apa itu pawai Ogoh-ogoh, aku pun tak tahu pastinya, tapi gambarannya sering terlihat di tv saat berita menyiarkan prosesi hari raya Nyepi, di Bali. Sebuah pawai dengan arak-arakan boneka atau patung-patung berbentuk setan-setan yang mengerikan.

Tadi siang, di kantor, Darse memang banyak bercerita panjang lebar mengenai hari Raya Nyepi, karena memang momennya pas. Aku yang banyak ketertarikan kepada seni dan budaya pun, semakin mengulik informasi yang diketahui orang Bali itu. Seperti yang sudah sering diceritakannya; tidak semua orang Bali menghayati dengan kusyu semua upacara dan ritual adatnya. Bahkan, orang berkulit hitam itu pun—katanya—punya rencana yang nyleneh, yaitu untuk berkumpul minum arak bersama teman-temannya di malam saat Nyepi berlangsung. Bahkan, dia pernah cerita tentang pengalamannya ketika hampir mati, karena keluyuran di malam saat prosesi Nyepi.

***

Malam ini, di mes kantor, ada nuansa yang sedikit berbeda. Memang sudah beberapa hari ini, anggota di mes kantor sudah berubah. Ada yang pergi dan ada yang menggantikannya. Salah satu orang yang datang adalah Pak Gono, yang ditempatkan sebagai pelaksana baru, menggantikan Mas Eross, orang Jogja yang keluar dari proyek ini. Pak Gono berasal dari Solo, dan beberapa hari ini akrab denganku. Bapak beberapa orang putri itu, orangnya supel, ramah dan suka bercerita dengan orang yang masih asing. Badannya tegap dengan tinggi hampir 180 cm-an, dan berkulit gelap. Di Solo, kesehariannya adalah pengusaha kayu kecil-kecilan, dan masa mudanya sempat menjadi anak buahnya presiden Jokowi, ketika masih menjadi pengusaha kayu di Solo. Tapi, karena ada masalah ekonomi, akhirnya ia rela merantau dan kerja di proyek seperti ini.

 “Bi, kamu nda nonton?” tanya Pak Gono. 

Aku hanya menggeleng. Tak tahu, itu sebuah ungkapan ‘tidak’, atau ‘tidak tahu’. Aku memang tertarik dengan acara itu, tapi kalau untuk nonton, rasanya aku malas.

“Ayuhlah, Bi!” lanjut Pak Gono terus merayu, sambil merangkulku, “Ayolah!! Mumpung di Bali, kapan lagi lihat acara koyo ngene(39). Ngapain di mes terus... !!”

Pak Gono sepertinya sangat ingin melihat tontonan gratis ini, tapi malu untuk minjam motor ke Om Janni. Intinya aku suruh pinjam motor Om Janni.

“Ya udah, bentar ya, Pak!” kataku, bergegas ke kamar Om Janni. Lalu keluar dengan kunci motor digenggamanku.  

Pak Gono tersenyum, sambil menyerahkan jempol tangannya yang segede gaban ke mukaku. Kemudian, kami pun turun bukit, menuju balai desa adat Jimbaran, di Jl. Raya Uluwatu.

***

Malam yang menakjubkan. Keramaian yang memiliki kekuatan mistik, benar-benar terasa. Ada lautan manusia memadati jalan dan trotoar. Bukan hanya wajah pribumi, tapi ada berbagai ras manusia tumpah ruah di tempat ini. Lautan manusia itu memanjang, memadati Jalan Raya Uluwatu ini, dari selatan menuju utara. 

Banyak turis asing yang terlihat antusias, sambil memasang alat-alat dokumentasi mereka. Wajah pribumi pun terlihat sangat ramah dan ceria. Memberikan kesan mendamaikan para tamunya, termasuk aku. 

Sepertinya acara pawai sudah dimulai sejak petang tadi, dan kami hanya dapat bagian ekor dari pawai ini.

Iringan-iringan patung-patung setan itu pun masih berjalan, dari selatan menuju utara. Ada berbagai macam gambaran setan terlukis dalam bentuk patung-patung sterofom dan plastik, dengan teknik yang sudah sedikit maju. Ada efek-efek lighting khusus yang membuat patung-patung itu terlihat seperti robot. Bagus banget.

Pak Gono berjalan mengikuti arah Ogoh-ogoh, dan aku mengikutinya dari belakang. Badannya yang tinggi, membuatnya terlihat berwibawa. Banyaknya senyum dari orang-orang di sekitar, membuatku banyak menebar senyum juga, malam ini. Banyak juga, penampakan gadis Bali yang anggun, pemakai baju adat Bali yang berpayet. Aku lihat ada banyak penampakan Kadek, Komang, dan juga Ketut, dan mungkin nama I Wayan dan Ni Wayan betebaran di ranah ini. Di tambah dengan Elisabeth, Andrew sampai, Supiyem atau, Paijo.

Lihat selengkapnya