Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi percayalah… ini terlalu mengerikan untuk jadi kenyataan.
"Aaaaaaaaaaaargghh…!"
Jujur, aku sendiri tidak menyangka ternyata tenggorokanku bisa teriak sekeras itu. Pekikannya panjang, melengking memekakkan telinga, efek dari perutku yang mulai terasa geli-geli mual. Aku berputar-putar, seperti saat menaiki roller coaster. Tentu saja semua yang ada padaku serasa bercampur aduk, karena setelah melewati lubang pusaran warna-warni, dan melayang dengan awan-awan lucu, kini aku terjatuh… sejatuh-jatuhnya ke bawah.
Seperti atlet skydiving yang baru melompat dari pesawat, aku benar-benar terlempar dari angkasa. Dari tempat yang benar-benar tinggi, bahkan jika tidak menempel di kepala, rambutku sudah terbang ke atas. Sesungguhnya semua ini akan terasa baik-baik saja, jika aku punya pengalaman serupa, atau setidaknya jika aku punya… parasut. Hanya saja….
“AAAARRRGGGHHHHHH …,” teriakku lagi lebih kencang dari sebelumnya. Kecepatan bertambah, dan mataku mulai bisa melihat batas daratan di bawah. Oh apa yang terjadi jika aku jatuh ke sana? Apa hantamannya akan sakit? Pasrah, aku hanya bisa pasrah dan menutup kedua mataku.
“ARRRRRGGGGHHHH ….”
"BUUMM ...!" Bunyinya keras menandakan jika tubuhku telah mendarat dengan sempurna. Menghantam sebuah… entahlah, aku sendiri tidak tahu mendarat di mana.
Menyedihkan … aku tidak tahu apa yang terjadi, aku bahkan tidak tahu tempat apa ini, tapi dapat dipastikan aku sudah benar-benar mati. Melihat betapa tingginya tempat aku terjatuh, sudah tidak ada celah lagi untuk selamat. Fix! Game over! Aku bahkan tidak dapat merasakan apapun, pastinya tulang-tulangku sudah remuk seperti remahan roti yang tercecer di lantai.
"Aw…," keluhku dalam hati. Untuk mengeluarkan suara rintihan pun rasanya tak berdaya. Tanganku mulai merambat memegangi pinggang, dan… eh? Ini masih utuh. Aku tidak hancur. Semuanya tetap ada di tempatnya. Tubuhku masih sempurna, tak seremuk yang kupikirkan.
Perlahan-lahan aku mulai membuka mata. Oh lihatlah, apa yang ada di dekatku. Bunga-bunga kecil yang sedang berjejer di depan mataku. Kusentuh bunga itu, rasanya empuk-empuk hangat, akan tetapi….
“Arrrggghhhh!” teriakku.
“Aaaaaaaa,” teriak bunga-bunga itu bersamaan.
Makhluk apa ini …? Mengapa setiap benda di tempat ini punya mata, mulut, bahkan bisa berpindah tempat. Percayalah, setelah puas berteriak, bunga-bunga itu segera berlari menjauh, menghindari sentuhan tanganku, meninggalkanku dengan jutaan pertanyaan.
Aku memandang ke sekeliling, rasanya semua yang ada di sini benar-benar di luar logika. Awan-awan yang punya bernyanyi riang, bunga kecil yang bisa berteriak bahkan punya kaki untuk berlari. Ini seperti masuk ke dalam film kartun. Kira-kira, apalagi yang akan kutemui di sini? Dinosaurus?
"Selamat datang, Mia Wijaya,” sahut makhluk yang tiba-tiba muncul di hadapan.
"Aaaaaaaaaa...., " teriakku sekali lagi. Aku tidak peduli berapa kali aku harus berteriak seperti ini. Kehadirannya benar-benar membuat jantungku melompat dari dada. Kaget luar biasa. Jangan salahkan aku, kurasa siapapun juga akan kaget jika melihat sosok aneh yang… poof… muncul begitu saja di depan mata.
“M-maaf, jika kemunculanku mengagetkanmu, Mia. Kumohon tenanglah dulu… tarik nafas… buang….” katanya sambil berjalan mendekatiku. Aku tahu dia berusaha menenangkanku, hanya saja, tubuhku lebih memilih untuk merangkak ke belakang, menjauhinya. Sama seperti bunga-bunga yang menghindari sentuhanku. Sialnya, dengan kondisi seperti ini, sepertinya aku tidak bisa berlari secepat mereka.
“Jangan takut, Mia,” katanya sekali lagi. Suaranya berat, ramah dan hangat. Bagaikan sihir, dia membuatku tenang dalam beberapa saat. Kuakui, dia tidak seperti orang jahat. Badannya besar, gemuk berisi. Wajahnya lucu, senyumnya ramah imut-imut. Penampilannya serba putih dari pakaian hingga janggut panjang yang menghiasi wajah sampai ke perut. Dia tampak seperti manusia pada umumnya, akan tetapi… ketika sayap warna-warni kecil lucu yang bergoyang-goyang dari belakang punggungnya….
“M-Maaf t-tapi… a-apa aku sudah mati? L-lalu.. tempat apa ini? S-siapa anda?" tanyaku kembali panik.
Pria besar itu tidak menjawab. Ia diam dan memberikan senyuman terbaiknya. Ia membungkuk, memegang tanganku dengan lembut. Ajaibnya, dia membuatku berdiri, seolah tidak terjadi apa-apa. Di hadapannya, semuanya terasa baik-baik saja. Tidak ada rasa sakit maupun luka, bahkan tubuhku terasa lebih ringan dari sebelumnya. S-siapa dia?
"Oh Mia, aku minta maaf. Tidak seharusnya aku mengejutkanmu dengan cara seperti ini, tapi aku tidak punya pilihan lain. Kita harus bergegas, waktunya tidak banyak," kata makhluk itu sambil menarik badanku. Memberi kode agar aku segera berjalan mengikutinya.
“T-tapi… apa yang terjadi? Anda siapa? Dan… bagaimana Anda tahu nama saya?” tanyaku dengan langkah tergesa-gesa.
“Ah, sampai lupa,” jawabnya sambil menepuk dahi. Langkahnya yang tergesa-gesa terhenti, dan akhirnya dia berbalik dan menatap wajahku dengan sangat dalam. Baru kusadari, bukan hanya sayapnya yang berwarna seperti pelangi, tetapi bola matanya juga. Entah mengapa, tatapan matanya tidak hanya melihat fisik saja, tapi menembus hingga ke relung kosong dalam hati.