“Sial! Apa yang harus kulakukan!”
Dadaku kembang kempis tak beraturan, nafasku mulai terasa berat sejalan dengan derasnya air yang mulai menetes membasahi dahi. Awalnya, kukira berlari dalam dunia mimpi efeknya tidak akan sesesak ini. Rasanya benar-benar tak nyaman, hanya saja yang membuatku putus asa bukanlah karena lari-lari seperti orang gila di tengah hutan gelap ini.
Percayalah, menembus hutan gelap hanya berbekal cahaya pijar dari buku petunjuk bukanlah hal yang mudah. Walaupun aku yakin, atas bantuan buku itu, aku tidak akan tersesat, tetapi tetap saja perjalanannya tidak semudah yang kupikirkan. Berulang kali kakiku terantuk batu, jatuh, bahkan berguling di hamparan semak berduri.
Dan dari segala kejadian aneh yang menimpaku, sedikit bersyukur ini hanya terjadi di dalam mimpi. Seburuk apapun fisikku di sini, baik kotor, lecet, luka, dan seberantakan apapun kondisiku nanti, besok pagi ketika mataku terbuka nanti maka semuanya akan kembali normal seperti semula. Masalahnya sekarang… aku tidak tahu apa yang akan terjadi denganku saat berenang di sungai menyeramkan itu.
Jujur, ini bukan ideku. Aku bahkan berharap jika aku punya jalan lain. Kuharap petunjuknya mengarah ke arah lain, menunjukkan bantuan atau… terserah apapun juga, asalkan aku tidak harus berenang.
Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan sungainya.Kuakui, sungainya cukup panjang, untungnya tidak terlalu lebar, bukan tipe yang berbatu-batu pula. Airnya cukup tenang, dan arusnya tidak terlalu deras. Sedikit membuat lega, hanya saja warnanya yang pekat kehitaman, membuat keberanianku menciut. Siapa yang berani berenang malam-malam di sungai yang tak terlihat dasarnya?
“Ohohoho, jangan harap aku akan melakukannya!” bisikku pada buku menyebalkan itu. Ok, namanya boleh ‘buku petunjuk’ tapi dari tadi dia tidak membantu permasalahanku sama sekali. Benar, dia yang menunjukkan jalan, sayangnya ia tidak bisa memberikan jalan keluar atas jalan yang ditunjuknya sendiri.
Sejak tadi buku itu terus-terusan menunjuk ke arah seberang. Panahnya menjadi semakin besar, seolah menyuruhku untuk cepat-cepat beranjak ke sana.
Aku mau-mau saja menuruti perintahnya, aku sadar aku harus melakukan apa yang ditujukkan olehnya, hanya saja… aku tidak tahu bagaimana caranya agar aku bisa ada di sana. Apa aku bisa terbang? Lari kencang? Hei, ini dunia mimpi, bukan? Tak ada yang mustahil di sini.
Jadi… kucoba beberapa kali untuk melompat. Berharap jika tubuhku bisa terasa lebih ringan lalu mengapung di angkasa. Tapi ternyata, semuanya sia-sia. Peraturan di sini ini benar-benar sesuai realita.
Kutengok lingkungan di sekitar, mencari sesuatu yang bisa membawaku ke sana. Jembatan, perahu, rakit, batang pohon, ranting besar, apapun yang bisa kugunakan untuk menyeberang. Akan tetapi, setiap kali mataku menengok ke kanan kiri, cahaya dari buku petunjuk bersinar lebih terang, seolah menarik perhatianku agar aku fokus memandangnya.
"Iya, sabar sebentar!" kataku kepada buku itu. Hei, aku mulai bicara kepada sebuah buku. Aneh sih, tetapi mau bagaimana lagi? Hanya buku ini satu-satunya benda yang dapat kuajak bicara malam ini. Dan untungnya buku ajaib itu seolah mengerti perkataanku.
Gambar panah yang selalu menunjukkan arah perlahan menghilang, berganti dengan gambar orang yang sedang berenang. Dia sungguh memintaku berenang melintasi sungai ini.
“Oh tidak, terima kasih, tidak akan kulakukan!” kataku pada buku itu. Dan apa yang terjadi? Cahaya kuningnya berubah menjadi merah. O ya, aku baru saja membuat sebuah buku kesal, tapi… siapa peduli?
Buku petunjuk kembali menyala, ia terus-terusan memintaku untuk berenang melintasi sungai. Dan kali ini, gambarnya berjalan semakin cepat, sepertinya ia tidak mau aku kehabisan waktu.
“Oh, Baiklah! Fine, buku petunjuk! Jika itu maumu, akan aku ikuti,” kataku pasrah. Sial memang, tapi pada akhirnya, akulah yang harus mengalah dengan buku ini. Jika dia adalah buku petunjuk atas misiku, maka suka atau tidak suka, aku akan mengikutinya.