Jujur, kondisi seperti ini tidaklah asing bagiku. Saat dua pilihan sulit datang menanti sebuah jawaban, di sisi lain, hati dan pikiran tidak berada pada gagasan tujuan yang sama. Biasanya aku selalu punya cara untuk menyamakan haluan, tapi untuk kali ini … kumohon jangan tanya padaku apa yang harus kulakukan, karena aku sendiri pun tidak tahu.
Tanpa ada yang menduga, buku itu kembali aktif malam ini. Sama seperti kejadian sebelumnya, benda itu kembali bersinar dan menuliskan sebuah pesan.
"Cahaya Kecil yang Bersinar Dalam Kegelapan"
Dan benar saja, sesaat setelah kubaca pesan itu, buku petunjuk langsung menunjukkan arah ke mana aku harus pergi. Sesungguhnya ini bukanlah suatu masalah. Misi dari Pak Ketua datang, dan aku harus menyelesaikannya. Hanya saja … entah kenapa, firasat dalam hatiku memberi signal, jika sesuatu yang buruk akan terjadi. Sesuatu yang benar-benar buruk. Lantas, haruskah aku pergi?
“Mia … Mia?”
Oh, suara itu ….
“Mia, Mia ….”
Ada apa ini? Kenapa di saat yang penting seperti ini, pikiranku malah pergi melayang entah ke mana? Ayo Mia, fokus, fokus!
“Mia, kamu tidak apa-apa?”
“Mia? Mia, wajahmu pucat, apa kamu sakit?”
“Apa yang kamu lakukan, sist? Jangan bengong begitu, wajahmu terlihat begitu bodoh!”
Papa? Mama? Rio? Apa itu suara kalian? Pa? Ma? Kumohon jawablah aku. Rio? Apa kalian ada di sini? Apa kalian datang untuk menemuiku? Kenapa? Kenapa kalian diam? Kenapa kalian meninggalkanku sendiri? Kumohon jawablah … apa saja, jawablah … kumohon … jangan tinggalkan aku sendiri lagi.
“Mia? Mia?”
“MIA!”
“I-iya …,” jawabku ketika kembali tersadar dari lamunan panjang.
“Mia, sadar, Mia! Kamu tidak apa-apa?” sahut Aaron sedikit panik. Tanpa kusadari, tangannya sudah mendarat di pipiku cukup lama. Wajahnya terlihat serius, kurasa aku sudah benar-benar membuatnya khawatir.
“A-Aaron a-aku … aku harus pergi.”
“Pergi?” tanya Aaron dengan nada yang sedikit tinggi. “T-tentu … ya, kita akan pergi. Bukankah memang begitu rencananya? Besok pagi kita akan pergi dari sini dan kembali ke istana.”
“Bukan Aaron, bukan itu. Aku harus pergi, sekarang juga.” Kutatap mata pria itu lekat-lekat, kuharap Aaron mengerti jika aku tidak sedang mempermainkannya.