Mimpi Mia Semalam

Bebekz Hijau
Chapter #27

Bab 26. Kamu Tidak Sendiri

“Bum!”

Wow, rasanya remuk seperti biasa. Pasti sudah basi jika aku menceritakan hal ini berulang kali. Kurasa semua juga sudah paham siapa peri kecil bernama Guifi dan apa yang selalu dilakukannya padaku. 

Satu hal yang menjadi misteri adalah tempat dia menjatuhkanku. Apa dia membawaku ke dalam kereta, atau di tempat entah berantah lainnya? Di tengah jutaan rasa aneh yang menguasai tubuhku, aku mencoba untuk membuka mata, dan …. 

“Oh, baiklah!” bisikku pada diri sendiri saat melihat bunga-bunga imut di sekitarku. Aku menatap mereka, lalu menyentuhnya perlahan, tak butuh waktu lama, bunga-bunga tadi berteriak lalu berlari menjauh. Yup, dari situ aku tahu, di mana peri jahil itu menjatuhkanku.

"Mia …."

Suara keras menggelegar milik Pak Ketua, menggema memanggil namaku. Kulihat sosoknya dari kejauhan, lalu mendekat dan memelukku erat.

Jujur, aku pun senang melihatnya. Aku juga sudah berencana untuk berlari dan memberikan pelukan hangat, hanya saja, pelukannya …  benar-benar  ke-kencang … s-sampai … s-sesak. 

"P-Pak Ketua, uhuk, uhuk, maaf … uhuk, p-pelukannya … terlalu kencang.”

“Ah, maaf, Mia, maaf,” katanya panik. Pak Ketua segera melepaskan tangannya dariku. 

Aku menatap wajahnya lekat-lekat. Melihat sayap kecilnya yang tak berhenti mengepak, binar matanya yang besar, dan juga senyumnya penuh ketulusan. Tak ada lebih penting untuk kulakukan selain maju satu langkah, dan kembali memeluknya.

“Terima kasih.” Hanya kata itu yang terlintas dalam hatiku. “Terima kasih atas semuanya,” lanjutku berurai air mata

“Oh, Mia,” jawabnya lembut. “Terima kasih juga, untuk memilih tetap percaya.”

Ah, tiba-tiba perkataan Pak Ketua membuatku teringat akan sesuatu. Aku segera melepaskan pelukanku dan mencubit tangannya. Mungkin beberapa orang akan menganggapku kurang ajar karena melakukan itu pada ‘The Almighty Ketua Dunia Mimpi’, tapi aku tidak akan menyesalinya.

“Aw …? Mia!” sahutnya tidak terima.

“Aku tahu misiku di Arco Iris berakhir baik, tapi ada satu hal yang masih tidak bisa diterima! Kenapa Pak Ketua membuat buku petunjuk menyala di malam itu? Kenapa Pak Ketua membiarkan buku itu menuntunku pada Trauman, hingga dia menjebloskanku ke penjara gelap? Aku bisa terima jika misiku punya banyak kesulitan, tapi untuk malam itu, aku sungguh kecewa. Aku … kehilangan kepercayaan padamu dan juga harapan.”

“Ya, aku tahu,” kata Pak Ketua mengangguk setuju. “Aku dengar semua kemarahan dan umpatanmu saat dalam penjara. Telingaku bahkan berdenging mendengarnya,” jawabnya sambil memegangi telinga seolah memori dari peristiwa itu masih membekas untuknya. 

“Oh, Mia, benar bila aku yang menuntunmu ke dalam gua itu, tapi jangan kira aku bahagia melihatmu dalam sana. Itulah hidup, Mia. Kadang ceritamu memang harus berjalan demikian. Kadang, kamu harus berada dalam tempat yang sangat gelap, untuk bisa bersinar lebih terang dari sebelumnya.”

“Tapi … Pak Ketua!” protesku tidak terima. “Bagaimana jika saat aku benar-benar menyerah? Bagaimana jika aku memilih untuk duduk di sudut penjara, pasrah dan menunggu semuanya musnah? Pak Ketua tidak benar-benar mempertaruhkan bola itu pada keputusanku, bukan?”

“Um, sempertinya, aku memang bertaruh cukup banyak.”

“Pak Ketua!” sahutku tidak terima.

“Coba Mia pikirkan lagi lebih dalam, jika kamu tidak berada dalam penjara gelap itu, apa … benda ini akan bersinar?” tanyanya sambil menunjuk kristal kecil yang tergantung di pergelangan tanganku.

“A-aku ….” 

Aku mencoba untuk mencari jawaban atas pertanyaan Pak Ketua. Mencari kemungkinan lain yang dapat terjadi, tapi sialnya, sejauh apapun otakku menjelajah harus kuakui, Pak Ketua benar. 

“Cahaya, hanya terlihat di tempat gelap, Mia. Kita perlu memolesnya sedikit untuk melihatnya bersinar. Kuakui prosesnya memang sakit, tapi aku tahu kamu pasti sanggup melaluinya. Tidak pernah sekalipun aku meragukan kekuatanmu.”

Baiklah, Pak Ketua sukses membuat air mataku menetes. Bukan tangisan cengeng yang menyedihkan, tapi pertanda haru yang luar biasa. Tak pernah aku menyangka, jika Pak Ketua  sangat memercayaiku.

“Aku tahu, kamu orang yang tepat, bukankah sudah kukatakan itu sejak awal, Mia?”

Lihat selengkapnya