“Kami tidak menyangka, jika pulang kampung yang Eva maksud adalah pulang ke kampung keabadian.”
(Selamat Jalan Eva 1981-1987)
Setelah menyusui Riana, Bu Aisyah langsung meletakkannya dan memperbaiki pakaiannya yang terbuka. Riana kini telah tertidur pulas. Tiga jam dia tidak menyusu pada ibunya membuat dia begitu kehausan. Bersyukurnya Bu Aisyah merasakan dan langsung pulang ke rumah. Di luar ada Pak Gunawan sedang melihat anaknya yang bermain. Tiga anaknya itu sudah makan siang. Pintu kamar terbuka dan dia bisa melihat Bu Aisyah telah siap menyusui Riana.
Pak Gunawan masuk ke kamar dan meminta maaf pada Bu Aisyah.
“Bu, maafkan Ayah. Ayah sungguh menyesal atas sikap kemarin.” Pak Gunawan langsung melihat dan memegang tangan istrinya lalu tertunduk malu atas sikapnya. Dia tidak menyangka akan terjadi kejadian seperti ini. Dia lupa kalau ibu yang barusaja melahirkan itu bisa mengalami babyblues. Beruntungnya tidak terlalu parah. Namun, dia tetap tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.
Bu Aisyah yang juga telah sadar dengan kesalahannya memegang pundak suaminya. Dia tahu kalau suaminya selama ini tidak pernah begitu marah. Dia juga mengakui kalau dia telah salah dan terlalu sering mengungkit masa lalu.
Bu Aisyah juga meminta maaf pada suaminya itu dan berucap, “Ya tidak apa, Yah. Ibu juga minta maaf atas keras kepala Ibu. Nanti kita sambung lagi. Ibu harus berjualan dulu. Segan sama teman, dia sudah bantu kita untuk menjaga jualan Ibu.” Bu Aisyah kembali tersenyum lalu memeluk suaminya dengan penuh cinta. Mereka sudah kembali berdamai. Hati mereka telah kembali menyatu. Setelah pertengkaran kemarin, siang ini jauh lebih menenangkan.
Sebelum Bu Aisyah pergi Pak Gunawan memberikan dasun tongga yaitu bawang putih tunggal yang dianggap keramat bisa membantu terhindar dari dukun yang suka sama anak- anak.
“Pakai ini, Bu.” Pak Gunawan memberikan dasun tongga itu pada Bu Aisyah dan langsung menyematkan pada bajunya. Bu Aisyah semakin terharu dan bahagia. Senyumnya makin mengembang. Dia merasa makin dicintai oleh suaminya.
“Terima kasih, Ayah.” Bu Aisyah langsung memastikan dasun itu terpasang dengan benar dan beranjak pergi dengan hati yang lega.
Karena Pak Gunawan tahu istrinya akan seharian berjualan, maka dia langsung ambil alih untuk menyiapkan makan malam hari itu, dan memandikan anak-anak serta mengurus rumah.
Tepat pada pukul 17.30 WIB, Bu Aisyah pulang berjualan. semua barang yang dijualnya laku terjual. Dia tampak senang. Apalagi di luar Pak Gunawan dan anak-anak sudah tampak bersih dan wangi. Lalu dia datang mencium anaknya satu persatu. Kemudian mendekat pada Riana yang masih pakai bedak tabur.
“Wah, udah mandi anak Ibu,” seru Bu Aisyah pada Riana. Seolah dia bercakap-cakap dengan bayinya itu. Riana yang masih memakai bedak tabur tampak gembira melihat kedatangan ibunya. Benar kata orang ’Ibu adalah tempat terbaik anak’. Biasanya bayi paling cepat kenal dengan suara ibunya. Melihat Riana yang kegirangan Bu Aisyah ingin sekali menggendong anaknya. Pak Gunawan langsung menyela agar Bu Aisyah tidak buru-buru menggendong bayi mungil itu. Justru Bu Aisyah diminta untuk bersih-bersih dulu dan istirahat. Agar tenaganya pulih kembali setelah berjualan. Barulah nanti menggendong Riana .
Riana kecil tampak memandang wajah ibunya. Sementara itu, Pak Gunawan memakaikan baju Riana lalu membedongnya.
“Riana tadi menangis,Yah?” tanya Bu Aisyah pada suaminya.
“Alhamdulillah tidak, Bu. Dia malah baru bangun sejak Ibu susukan tadi,” jawab Pak Gunawan langsung menggendong Riana.
Aroma minyak kayu putih yang dipakai oleh Riana menebar ke seluruh ruangan. Ditambah lagi tiga anak Pak Gunawan Edi, Epi dan Eva juga sudah mandi menambah aroma bedak dan minyak kayu putih yang makin menyengat.
“Makanya Ayah juga bisa mengurus rumah,” lanjut Pak Gunawan.
“Terima kasih, Ayah.” Bu Aisyah tersenyum menatap laki-laki berambut ikal itu.
“Bagaimana jualan hari ini, Bu?” Pak Gunawan balik bertanya pada istrinya yang tampak kelelahan.
“Alhamdulillah habis semua, Ayah. Karena cuaca cerah jadi orang kelaparan dan kehausan.” Bu Aisyah bercerita penuh semangat.
“Alhamdulillah kalau gitu. Besok masih mau jualan lagi, Bu?” Pak Gunawan berkata dengan nada sedikit pelan.