Mimpi Riana & 22 KM

Restia Bela Pertiwi
Chapter #10

Putih Abu-Abu

 “Masa muda masanya para remaja. Masa berapi-api.”


Keluarnya NEM di masa Madrasah Tsanawiyah adalah masa yang paling dinanti oleh Riana. Kenapa tidak? NEM adalah kunci berhasilnya dia sekolah di MTS itu.

Hatinya begitu lega dan lapang. Dia sangat bahagia karena perjuangannya tiga tahun membuahkan hasil. Selain karena mendapatkan nilai yang tinggi.

Dia juga akan bisa sekolah di tempat favoritnya yaitu Sekolah Menengah Atas Pariaman (SMA Pariaman). Sekolah itu banyak diminati anak berprestasi. Mereka juga lebih mudah untuk bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas.

Tidak hanya itu, dia sudah lama ingin ke sekolah menggunakan angkot seperti temannya yang lain. Setiap pagi dan sore hari mereka bisa melihat pemandangan yang indah di luar sana. Berbeda dengannya di masa MTS. Dia harus bersiap melihat babi, kera, ular, belum lagi pemandangan yang menakutkan lainnya.

Sungguh dia tidak sanggup lagi rasanya untuk berjalan. Riana ingin mengakhiri penderitaannya lewat prestasi di MTS tersebut. Semoga dengan nilainya yang bagus, orang tuanya akan mengizinkannya untuk sekolah yang lebih baik. Itulah harapan dari seorang remaja mungil ini. Dia tidak mau berharap banyak. Hanya ingin sekolah dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik nantinya

 

Dengan kaki yang ringan, Riana pulang dari sekolahnya. Serasa mendapat angin surga. Riana begitu semangat ingin mendaftar ke sekolah impiannya. Untuk mewujudkan cita-citanya menjadi guru. Ketika dia bercerita dengan orang tuanya. Lagi-lagi harapannya kembali pupus. Orang tuanya tidak mengizinkannya untuk masuk Sekolah Menengah Atas.

Selain karena biaya yang mahal untuk bolak-balik. Ditambah lagi dengan harapan orang tuanya. Mereka menginginkan Riana untuk melanjutkan sekolah agama. Otomatis Riana harus masuk Madrasah Aliyah Negeri di Pariaman.

 

“Ayah ingin kamu melanjutkan sekolah agama Ana. Lihatlah zaman sekarang, banyak anak gadis yang bersikap tidak sopan, pergaulan bebas, memakai baju yang tidak pantas dan lainnya. Kami mau kalian semua paham agama. Agama yang akan membimbing kalian di dunia ini,” ungkap Pak Gunawan pada Riana.

 

Riana hanya terpaku mendengarkan wejangan ayahnya tersebut. Di sisi lain Riana membenarkan apa yang disampaikan oleh ayahnya. Hanya saja dia ingin berkata kalau dia juga bisa menjaga dirinya. Namun, mulutnya terkunci.

Bu Aisyah tidak terlalu paham dengan pendidikan. Karena itu Bu Aisyah tidak bisa berpendapat banyak untuk masa depan Riana. Semua tentang pendidikan anak, Pak Gunawan lebih memahaminya. Dengan mulut agak monyong Riana masuk ke kamarnya dan mengadu pada bantal guling atas kesedihannya. Bantal guling adalah salah satu sebagai temannya Riana yang setia mendengar apapun yang ingin dikeluhkannya.

 

Setelah melampiaskan kekesalan hatinya. Riana berpikir ulang dengan tenang. Barulah dia mulai memahami apa yang disampaikan oleh ayahnya. Masalah utama dari mereka adalah ekonomi. Saat sekarang, adiknya banyak yang sekolah. Mereka juga membutuhkan biaya.

Jika dia memilih sekolah di Sekolah Menengah Atas di Pariaman, otomatis biayanya lumayan besar. Belum lagi beli buku dan les sana-sini. Riana semakin menyadari kalau dia sudah dewasa. Dia harus mulai memahami bagaimana tanggung jawab jadi orang dewasa. Ternyata menjadi orang dewasa itu tidak mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan.

  

Oleh karena itu, dengan hati yang mantap Riana memilih Madrasah Aliyah Negeri itu sebagai sekolah berikutnya dan lokasinya masih di Pariaman. Setidaknya dia tidak lagi berjalan kaki. Tetapi sudah bisa menikmati suasana kota. Siang beranjak sore. Riana keluar dari kamarnya. Cukup lama dia bersemedi dan merenung dengan nasibnya. Dia langsung ke dapur menolong ibunya memasak.

“Kak Epi tidak pulang, Bu?” Riana bertanya pada ibunya yang sedang memasak nasi.

 

“Tidak, Ana. Kakakmu itu kadang bikin ibu pusing. Setiap dia bekerja. Ada saja laki-laki yang suka sama dia. Kakakmu itu memang suka berteman. Namun, temannya banyak yang laki-laki. Sekarang dia sudah pindah dekat kampung sebelah. Semoga tidak ada lagi yang mengganggunya,” jelas Bu Aisyah.

 

“ Iya, Bu. Kak Epi memang seperti itu. Dia mudah bergaul dengan siapa saja. Dia juga ramah. Jadi wajar banyak laki-laki yang suka sama dia.” Riana membenarkan apa yang disampaikan oleh ibunya.

 

Lihat selengkapnya