“Persahabatan bagai kepompong, merubah ulat menjadi kupu-kupu.”
Bulan Agustus 2009 adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu oleh Riana. Kenapa tidak? Bulan itu statusnya menjadi seorang mahasiswa telah selesai. Kini dia bergelar seorang Sarjana Pendidikan Islam. Tidak semua orang yang bisa memiliki gelar itu.
Tentunya harus menamatkan kuliah terlebih dahulu. Ketika gelar itu disandangnya, dia langsung mengingat perjuangannya yang luar biasa. Dia sempat pesimis bisa menyelesaikan perkuliahannya. Berkat dorongan dan keyakinan dari keluarga.
Juga mimpinya untuk menjadi seorang guru. Akhirnya dia bisa membungkam mulut orang yang menghina orang tuanya. Air matanya menetes dan dari hati dan mulutnya tidak henti mengucapkan kalimat syukur pada Tuhan. Sekarang Riana sudah diwisuda. Perhelatan di kampus telah selesai. Baju wisuda telah dipulangkan.
Tinggal sampah berserakan di kampus tercinta. Semua gelak tawa dan canda mulai hilang. Seperti mahasiswa lainnya, Riana kini mulai kebingungan mau melakukan apa. Ketika gelar itu terpasang, tentunya ada tanggung jawab yang harus dipikulnya. Dia termasuk menjadi pengangguran kelas dewa. Karena status mahasiswanya sudah tidak disandangnya lagi.
Sambil menunggu ijazah dan peluang lainnya. Riana tidak memutuskan pulang kampung dahulu. Dia mencoba memulai karirnya di tempat lain. Dia tinggal bersama senior yang punya warnet. Di mana waktu itu warnet sangat menjamur. Dia mulai menikmati pekerjaannya tersebut. Seniornya itu lumayan baik dan perhatian. Dia akan dijanjikan untuk mendapatkan gaji setiap bulannya
Tepat pada bulan September 2009 terjadilah gempa yang amat besar mengguncang Sumatra Barat. Banyak korban berjatuhan. Ada yang meninggal dunia, luka-luka, dan banyak kehilangan harta dan materi lainnya.
Begitu juga dengan keluarga Riana. Mereka yang tinggal di rumah kontrakan waktu itu juga mengalami trauma yang mendalam. Karena tempat tinggal orang tuanya sangat dekat dengan lokasi. Selain itu rumah mereka juga dekat dengan pesisir pantai. Bahkan pada hari kejadian keluarga mereka terpisah-pisah untuk menyelamatkan diri. Beruntungnya pada waktu hanya gempa saja.
Riana tidak bisa membayangkan jika ada gelombang tsunami. Entah apa yang terjadi dengan kampung halamannya tersebut. Waktu kejadian tersebut Riana sedang di kampung. Karena baru saja lebaran. Setelah gempa mereka tidak punya tempat tinggal.
Terpaksalah orang tuanya memanfaatkan pos ronda yang tidak kurangnya hanya 2x3 sebagai tempat tinggal mereka. Kala itu ekonomi Sumatra Barat sangat lumpuh. Banyak penduduk jatuh miskin. Ekonomi keluarga Riana yang awalnya sudah mendingan sekarang kembali ambruk.
Setelah beberapa lama di kampung, akhirnya Riana kembali ke kota Padang untuk bekerja dan mencari peluang. Hampir tiga bulan dia bekerja sebagai penjaga warnet, tiba-tiba ada insiden. Yaitu seniornya tersebut kehilangan uang di laci. Uang itu jumlahnya memang tidak terlalu banyak.
Malang tak dapat ditolak dan mujur tak dapat diraih. Berita kehilangan itu sampai ke telinga Riana. Tidak hanya sampai di situ. Dia malah difitnah sebagai orang yang mengambil uang tersebut. Padahal dia sama sekali tidak pernah mengambil uang tersebut. Bagi Riana, daripada dia mencuri lebih baik dia meminta atau menahan diri. Dia lebih rela kelaparan dan bekerja dari pada mencuri.
Setelah dia kembali mengingat hari kejadian. Dia baru tahu kalau yang mencuri uang tersebut adalah adik sepupu dari seniornya tersebut. Gara-gara Riana mendapatkan perlakukan seperti itu, dia jadi kecewa dan memutuskan berhenti bekerja di sana.
Selain dari itu, dia juga tidak mengambil sepeserpun gajinya selama tiga bulan tersebut. Dia begitu kecewa atas sikap seniornya tersebut telah meragukan sikapnya. Barulah dia pulang kampung sembari mencari peluang yang lainnya. Mengenai semua kejadian ini kembali dia simpan dengan rapi. Dia tidak ingin orang tuanya tahu dengan ujian yang baru dia dapatkan.
Sebelum gempa dia juga pernah dijodohkan dengan seorang laki-laki, dia bernama Sonny. Namun, Riana kurang suka dengan laki-laki tersebut. Riana memperlakukannya dengan cara kekanak-kanakan. Agar dia menolak perjodohan tersebut. Benar saja, akhirnya laki-laki tersebut memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan mereka. Riana senang.
Setelah sampai di desa, Riana kembali berdiskusi pada orang tuanya. Dia ingin ke Aceh. Kebetulan di sana masih ada tanah orang tuanya. Selain itu, juga ada kerabat yang siap membantunya untuk mendapatkan pekerjaan menjadi seorang guru.
Tiba-tiba dia melihat adiknya yang baru pulang dari sekolah SMA. Kebetulan adiknya mendapatkan beasiswa. Sekolahnya gratis selama tiga tahun. Tahun ini dia akan naik kelas tiga SMA. Mereka berbincang-bincang seputar sekolah dengan adiknya.
“Sari, bagaimana sekolahmu, Dik?” tanya Riana.
“Alhamdulillah, Kak. Sekolah Sari baik-baik saja. Bagaimana dengan Kakak? Apakah sudah mendapatkan pekerjaan?” Sari balik bertanya pada kakaknya. Riana terdiam mendengarkan pertanyaan tersebut.
“Belum, Dik. Kakak masih mengusahakannya. Doakan Kakak dapat kerja ya,” ujar Riana pada adiknya. Sari adalah putri kecil yang terakhir lahir di Aceh. Nama kecilnya Putri Mandum. Karena dia sering sakit lalu digantikan namanya menjadi Sari.
Kata orang kampung, nama itu tidak cocok pada adiknya. Namanya terlalu berat. Adik Riana tidak hanya Sari saja. Sejak mereka memutuskan pulang kampung. Riana memiliki adik baru empat orang.
Mereka lahir dengan selamat selama di kampung. Lucunya semuanya perempuan. Jadi mereka sekarang bersaudara ada sebelas orang. Delapan saudara perempuan dan tiga orang saudara laki-laki. Ironisnya semua adiknya sekarang berada dalam masa pendidikan.