“Selamat Jalan Sahabat Seperjuanganku”
Tiga bulan sudah Winda LPJ, tetapi Mei masih belum juga terpanggil untuk Diklat. Perutnya semakin membesar. Minggu ini berkemungkinan dia akan melahirkan. Riana ikut prihatin dengan kondisi Mei. Karena Mei pernah bilang kalau kepala sekolah tidak mau memberikan jam mengajar untuknya. Sekarang Mei tidak tinggal bersama Riana lagi. Dia sudah ke kampungnya, di Padang untuk persiapan melahirkan. Dia sudah minta izin cuti dinas.
Sore itu Riana sedang duduk membuat laporan. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Rupanya ada panggilan masuk dari Mei.
“Assalamualaikum, apa kabar Kakak ? Gimana kondisinya sekarang?” ujar Riana pada Mei.
“Alhamdulillah Kakak sehat Ana. Ana gimana? Gimana laporannya sudah selesai?” tanya balik Mei.
“Hahaha iya Kak. Ini sedang dibuat. Ada yang bisa dibantu Kak?”
“Tidak ada Ana. Kakak cuma kangen sama Ana. Sudah lama kita tidak bertemu. Doakan Kakak melahirkan normal ya,” pinta Mei.
“Iya insya allah, Kakakku. Kami selalu mendoakan Kakak di sini. Kakak jangan banyak pikiran. Kakak mau melahirkan. Fokus aja buat calon bayi Kakak.” Riana terus menghibur Mei.
“Tidak Ana. Kakak cuma mikir tentang LPJ aja. Kenapa Kakak masih belum terpanggil. Kepala sekolah itu selalu mengatakan tidak memberi jam mengajar pada Kakak. Kakak takut sekali An.” Mei tampak makin stres memikirkan LPJ. Suaranya juga bergetar ketika berbicara. Dia kelihatan panik sekali.
“Kakak jangan ambil pusing tentang bapak itu. Sekarang Kakak fokus melahirkan saja dulu ya. Nanti kalau sudah melahirkan dan sehat. Kakak baru mikir untuk LPJ dan mengajar.” Riana turut prihatin dengan kondisi Mei.
“Kamu baik sekali Ana. Kakak minta maaf ya karena dulu tidak dekat sama kamu. Kakak dulu pernah menzalimi kamu.” Mei tampak makin sedih dan menyesal.