Mimpi Riana & 22 KM

Restia Bela Pertiwi
Chapter #19

Teman Tapi Mesra


“Sekarang Riana tidak sendiri lagisudah ada teman tapi mesra yang menemaninya berjuang di 22 KM.



Ujian tentang rumah belum selesai dengan baik. Sekarang keluarga Riana juga ditimpa musibah. Tuhan benar-benar menempanya dengan ujian yang tak henti-henti. Adik bungsu Riana masih belum sembuh. Sekarang masa pemulihan. Dia baru satu kali operasi. Hasilnya masih jauh dari harapan. Riana sudah berusaha membawanya ke jalur hukum. Agar orang itu juga bertanggung jawab dengan kelalaiannya. Namun, kembali lagi ke pasal kekeluargaan. Saudara Bu Aisyah tidak setuju karena menganggap itu terlalu berlebihan. Apalagi yang menabraknya masih ada hubungan kerabat. Riana kecewa dengan keputusan tersebut. Padahal jika dia tahu seperti apa akibat dari musibah itu, mungkin dia tidak akan bisa memaafkan orang tersebut. Padahal di awal katanya mau bertanggung jawab. Riana semakin tidak senang dengan sikap seperti itu.



Wajah Pitri tidak sesempurna dulu lagi. Riana menyesali keputusan tersebut. Andai Pitri bisa dioperasi kedua, mungkin hasilnya akan lebih baik. Keluarga Riana tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa merawat Pitri sampai sembuh. Alhamdulillah atas izin Allah, Pitri sudah semakin membaik. Kemudian Riana juga sudah mengetahui cara menggadaikan SK untuk meminjam uang. Riana memberanikan diri untuk mengurusnya secepat mungkin. Agar rumah segera diperbaiki dan mereka bisa pindah ke kampung halamannya.


Tidak butuh lama, uang itu cair dan Riana segera memberi kabar pada orang tuanya untuk bersiap membangun rumah. Dia juga memberitahu saudaranya lain. Untuk pembayaran bulanan. Mereka semua sepakat. Satu persatu impian mereka terwujud. Meskipun ujian yang datang silih berganti. Namun, mereka tidak pernah putus asa. 


Bu Aisyah orang yang suka bergaul. Jadi dia sering ditanya oleh rekannya tentang keluarga. Temannya ada di mana-mana. Apalagi dia punya banyak anak gadis. Dia harus tebal telinga mendengar ocehan temannya. Ada yang bilang kalau Bu Aisyah merugi, karena punya banyak anak perempuan. Ada pula yang mengatakan beruntung. Yang mengatakan beruntung sudah pasti biasanya, menganggap setiap anak ada rezekinya. Bagi yang mengatakan merugi, karena Bu Aisyah harus menyiapkan uang hilang ketika anak perempuannya menikah. Terutama adat Pariaman, ketika mereka menikah dengan orang Pariaman juga.  Kaum wanita harus memberi sejumlah uang pada pihak laki-laki sesuai kesepakatan. 


Karena ocehan itulah, melihat Riana yang semakin dewasa, Bu Aisyah ingin sekali segera menikahkannya. Apalagi sekarang rumah sudah mulai dibangun. Bisa diperkirakan sekitar tiga sampai empat bulan lagi rumah itu sudah bisa ditempati. Hanya saja, Riana belum memiliki teman dekat atau pacar. Bu Aisyah sering menanyakannya, tetapi dia selalu mengelak dengan pertanyaan itu. Waktu itu Bu Aisyah kembali diteror oleh teman-temannya. Untuk melepaskan rasa sakit hatinya. Dia langsung menelpon Riana. Bertanya kembali tentang pasangan hidup. Riana yang juga terkejut mendengarkan pertanyaan ibunya. Beruntung dia segera tersadar. Pasti ada penyebabnya.


Benar saja, setelah Riana ditanya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Bu Aisyah jujur mengatakan kalau dia sering ditanya oleh temannya. Riana hanya menjadi pendengar yang baik. Barulah emosi ibunya kembali membaik. Ujung-ujungnya, Riana ingin dikenalkan dengan seorang tentara yang dinas di Padang panjang. Untuk menenangkan jiwa ibunya. Riana langsung mengiyakan untuk bertemu dulu dengan orang tersebut. Hari perjanjian pun tiba, ketika akan bertemu dengan laki-laki itu, Riana malah ada kegiatan ke Payakumbuh. Lagi-lagi mereka tidak jadi bertemu. Kemudian Bu Aisyah memberikan ultimatum. Bahwa dia tidak mau Riana menikah dengan orang Pesisir, tetapi dengan orang Pariaman. Riana mencoba membantah peringatan itu. Karena Riana sendiri sering berkutat di Pesisir. Rasanya tidak mungkin bisa mendapatkan orang Pariaman. Bu Aisyah tidak mau tahu. Dia cuma mau sama orang Pariaman. Riana kembali dilema dengan sikap Bu Aisyah.


Dalam masa itu, Riana masih berkomunikasi dengan Angga. Bahkan Angga mengatakan kalau saran dari Riana sangatlah tepat. Sekarang ekonominya membaik. Sejak pindah ke Jakarta, Angga memulai usaha baru. Yaitu usaha baju dengan lokasi yang sangat strategis. Dia begitu tekun dengan usaha tersebut. Dia mendapatkan modal dari saudaranya. Kehidupannya semakin hari semakin membaik. Riana senang mendengarnya. Sebagai teman dia bahagia melihat temannya juga sukses.


Seperti biasa di malam minggu, Riana sedang menikmati malam kelabu. Dia sendiri di kos. Melepas lelahnya dari promosi dan tugas sekolah. Dia membuka ponsel dan melihat ada pesan masuk dari Angga. Angga ingin menelpon Riana. Riana kaget, hampir berbulan-bulan mereka komunikasi hanya lewat wa. Mereka memang sangat sibuk. Apalagi Riana selain sibuk, di sana juga sinyalnya susah. Kemudian Riana setuju bersiap menunggu telpon dari Angga.


“Assalamualaikum.” Suaranya begitu lantang.


“Waalaikumussalam.” 


“Apa kabar, Buk?” Angga tersenyum.


“Aku sehat. Kamu gimana?”


“Aku sehat juga. Lagi ngapain, Buk?” 


“Nggak ada. Aku lagi santai aja,” jawab Riana datar.


“Nggak malam mingguan, Buk?”


“Nggak. lagi males.” Riana menjawab dengan suara letoy.


“Males atau karena nggak ada yang ngajak? Hehehhe,”Angga tertawa lagi.


“Hmmmm. Dua-duanya wkkwkw.” Riana mulai tertawa. Mereka tertawa bersama.


“Kamu sendiri sedang apa? Nggak pergi dengan anak Jakarta. Kan di sana banyak yang cantik cantik?” Riana balik menyerang Angga.


“Iya sih mereka cantik semua. Tapi sayangnya….” Angga menghentikan pembicaraannya.


“Sayang kenapa?” Riana penasaran.


“Dia nggak suka sama Aku. Wkwkwk.” Mereka tertawa lagi.


“Hahaha ada yang baru sadar.” Riana kembali menertawakan Angga.


“Ternyata suara Ibuk bagus ya.”


“Ternyata kamu memang penggombal. Wajar banyak pacar waktu Aliyah.”


“Hahahha.” Mereka tertawa lagi.


“Jadi gimana nih?” Angga mulai bertanya serius.


“Gimana apanya?” Riana masih bercanda.


“Iya, Kamu kapan nikahnya?” Angga mulai menyelidiki Riana lagi.


“Kok kamu mirip Ibuku, sih. Setiap nelpon nanya kapan nikah.”


“Ya wajar dong. Kita kan teman.”


“Aku nggak tahu” Riana mulai malas melanjutkan pembicaraannya.


“Kok nggak tahu?” Angga mulai penasaran. 


“Ya. Kan belum ketemu sama yang tepat.”


“Hmmm. Kamu yakin belum ada yang cocok?”


Lihat selengkapnya