Mimpi Tanpa Tapi

VelouRa
Chapter #5

Sabar, Ya!

Suasana di teras belakang itu terasa sekali cukup tegang. Javas memang pemberang. Namun, sudah lebih dari dua bulan ia tak marah-marah seperti sekarang. Semua orang terkejut dibuatnya. Sudah pasti, ada sesuatu pada Alida yang membuat emosi Javas bergejolak!

Sepasang mata Alida segera melesat melihat eyang Javas, lalu beralih melihat Pak Dianang. Ia tak menyangka di hari perdana pertemuannya dengan Javas ternyata tak semulus bayangannya. Bahkan sangat jauh dari ekspektasi! Alida yakin, kini, wajahnya sudah sangat pucat dan senyum manisnya pun berubah menjadi senyum masam, tak enak dipandang. 

“Alida, kamu duduk dulu.” Eyang Javas beranjak, mendekati Alida kemudian menarik kursi untuknya, selangkah dari samping kursi roda Javas. Ia memandangi Alida dengan perasaan tak enak. “Eyang siapkan camilan untuk kalian berdua. Tunggu sebentar, ya,” imbuhnya, lalu berjalan ke arah Pak Dianang yang berdiri beberapa langkah di belakang kursi roda Javas. 

“Alida,” panggil Pak Dianang. “Bapak pulang dulu, ya.” Ia lalu memelankan suaranya. “Sabar aja, Al. Laki-laki kadangkala mengalami kendala untuk berkomunikasi. Kamu terus ajak Javas ngobrol. Selamat belajar. Bapak yakin kamu dan Javas pasti sama-sama lulus tahun ini!” sambungnya, santai, tenang dan cerah. Seakan-akan, tak pernah terjadi apa pun di teras itu.

Belum sempat Alida membuka mulut, Pak Dianang berlalu bersama eyang Javas, meninggalkannya yang hampir gila dengan situasi dan dirinya sendiri. 

“Sekarang, gimana?” Alida resah dalam hati, sembari menengok perlahan, melihat Javas yang sedang menatap lurus deretan bunga di hadapannya. Kakak kelasnya itu seperti sedang berada di dunia lain. Setelah tadi ia mengusir Alida, kini, ia bisa begitu tampak tenang seperti orang yang tak terganggu dengan kehadirannya. Alida duduk sambil memperhatikan Javas dari ekor matanya.

Segala macam ketakutan, memori tawuran dan keengganan untuk berteman apalagi berdekatan dengan siswa badboy macam Javas, bergentayangan dalam kepala. Sepertinya, mulai sekarang, hidup Alida akan jauh dari ketenangan.

Gadis bertubuh mungil itu menarik napas dalam nan panjang. Ingin sekali Alida menangisi keputusannya. Namun, memangnya ada yang mau peduli? Bulir-bulir panas merangsek cepat memenuhi pelupuk mata Alida. Niat hati ingin menghempaskan ketakutan tidak lulus ujian nasional, malah mendapatkan ketakutan yang lebih besar lagi. Ditambah masalah baru yang akan jadi PR Alida, yaitu meluluhkan hati Javas agar mau belajar bersamanya! Ck!

Sepasang mata Alida kemudian beralih, ikut melihat taman seperti Javas. Ia lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Suara kicauan burung dan air dari fountain halaman, menjadi suara yang menemani mereka di teras belakang. Alida diam. Bebannya semakin berat. Sekarang sudah jelas baginya. Mengapa eyang Javas dan Pak Dianang berusaha meyakinkan agar ia tak ragu membuat kesepakatan. Alida bukan sekadar teman belajar Javas, tetapi juga harus memastikan laki-laki dengan kaki kanan diperban itu kembali semangat menjalani hidup! Air mata Alida menetes. Namun buru-buru ia hapus. Jangan sampai Javas melihatnya!

Sedangkan, Javas. Sudut matanya, selalu awas terhadap gerak-gerik Alida. Sekali lagi, ia belum pernah sedekat ini dengan siswi teladan yang kata-kata orang satu sekolah adalah siswi yang ramah. Namun, Javas tahu itu tak akan berlaku untuknya. Bukan hati Javas lagi yang tergores, tetapi harga dirinya yang sangat tinggi itu seakan tak ada harganya jika ada Alida di sekitarnya. Javas tak akan bisa lupa bagaimana dulu Alida bersikap padanya. 

Entah sudah berapa lama teras itu hening. Alida sudah terjebak dalam realita yang tercipta atas keputusannya sendiri. Tak ada jalan berputar. Mengadu pada Papa ataupun Mama juga tak akan menolong. Papa pasti akan mengamuk dengan cercaan dan makian bahwa Alida adalah anak gadis yang lemah dan pengecut! 

“K-kak Javas—” Alida memanggil, setelah otak cerdasnya itu memukul dirinya. Memaksanya untuk berani menghadapi situasi yang tak pernah ia inginkan! Setidaknya, Alida memilliki eyang Javas dan Pak Dianang yang meyakinkan dan mendukung dirinya untuk tetap teguh menemani Javas belajar.

Lihat selengkapnya