Mimpi Tanpa Tapi

VelouRa
Chapter #12

Meluruh

Aura janggal menyeruak di teras belakang sore itu. Namun, Alida tak mau perasaan itu mempengaruhi dirinya. Ia kira hal tersebut adalah karena terlalu memikirkan bagaimana menawarkan rendang yang ia bawa pada Javas.

“Gimana kabarnya hari ini, Kak Javas? Kata Bik Inah Kak Javas baru lepas perban, ya?” Alida sudah duduk di meja belajarnya bersama Javas. Bu Rosy pun pamit sebentar ke dapur, setelah mendapat kode dari Bik Inah dari balik Alida, sewaktu gadis itu berjalan sendirian menuju meja belajar.

Javas hanya diam tatapannya lurus menuju tumpukan buku tulis yang baru eyang belikan, pengganti buku yang ia bakar kemarin malam. Keberadaan kakak kelasnya yang sudah duduk di depan meja pun juga terasa aneh bagi Alida. Sejak pertemuan pertama laki-laki tinggi bidang itu tak pernah menyambut Alida di depan meja. Posisinya selalu sama. Javas pasti duduk di kursi roda menghadap taman, membelakangi pintu teras.

Javas tak menggubris. Kedua tangannya mengepal di atas meja, tepatnya di samping kanan kiri buku tulis. Hari itu ia sudah tak mau lagi bertemu dengan Alida. Tembok kokoh yang Javas bangun semakin lemah tiap harinya. Ia sudah tak sanggup melihat Alida yang begitu ramah dan sering menebar senyum padanya. Javas sudah yakin ke mana ujung dari semua pertemuan ini. Luka.

Setelah kesepakatan Alida dan eyangnya berakhir, Alida akan pergi dari sana. Bertemu pun hanya sekadar sapa. Javas pun sadar diri, gadis baik seperti Alida tak akan pernah pantas untuknya yang entah sudah berapa banyak tangan dan kakinya berlumur darah!

Javas sudah tak mampu menahan lebih lama. Ia juga tak mengharapkan kedatangan Carla yang lolos dari Bik Inah seperti kemarin, terulang kembali. Mantan atlet basket sekolah itu pun meyakini bahwa tak akan ada secercah harapan untuknya mengenalkan sisi dirinya yang lain pada Alida. Label siswa nakal, bandel, tukang tawuran dan tak punya masa depan sudah melekat pada Javas. Sebut saja keburukan apa yang pernah dilakukan anak SMA, sebagian besar sudah pernah Javas lakukan!

“Kak Javas, catatan yang aku tulisin kemarin udah dibaca?” Alida sudah selesai menaruh buku pelajaran dan alat tulisnya ke meja. Ia memperhatikan Javas sesekali. Alida pun sebenarnya grogi. Hari itu ia harus berhasil membujuk Javas. Supaya modal mama memasak rendang dapat ia kembalikan. 

“Hari ini ada catatan baru lagi. Maaf, aku baru sempat catat di sini. Tadi mau fotokopi tapi kelupaan gara-gara keasikan ngobrol sama teman-teman.”

Tepat di kata teman-teman, pandangan Javas melesat padanya. Satu kata jamak itu entah mengapa mengusik dirinya. Teman Alida apakah termasuk teman belajar juga? Apakah ada kesempatan untuknya mengubah pandangan Alida terhadap dirinya? Javas menghela berat napasnya. Hal seperti ini yang selalu ia takutkan terjadi. Ada benih-benih harapan yang tertanam dengan sendirinya. Lalu dengan sekuat tenaga harus Javas cabut sampai akar-akarnya, meski menyakitkan dan membuatnya menderita menolak cinta yang tumbuh dengan sendirinya. Ia lalu mengalihkan mata pada eyang yang muncul dari balik Alida. 

Lihat selengkapnya