Mimpi Tanpa Tapi

VelouRa
Chapter #14

Kehilangan

Seluruh manusia di teras rumah Javas, bagai penonton drama roman yang sedang dihipnotis oleh adegan paling manis yang pernah mereka lihat. Sorot mata penuh binar, wajah dihiasi senyuman dan perlakuan yang tulus dari Nicko pada Alida membuat para hadirin jadi manekin yang tak mampu berkutik. Hujan deras yang menjadi latar adegan pun menambah drama sore hari itu. Nicko datang seperti pangeran yang siap menyelamatkan tuan putrinya.

“Ehem.” Suara dehaman Bu Rosy bagai iklan yang tiba-tiba datang dan langsung menyadarkan para pemirsa. Entah sejak kapan wanita lanjut usia itu berada di sana. Hanya Javas yang menyadarinya.

“Alida, ini Eyang titip untuk mama kamu, ya.” Bu Rosy mengulurkan satu tas goodie bag biru laut berukuran sedang. “Rendang yang dicuci Bik Inah, udah dimasukkan ke tas ini juga,” tambahnya setelah Alida menerima tas kain tersebut.

“Makasi, Eyang. Alida pamit pergi dulu.” Alida mengulurkan tangan, menyalami Eyang.

“Tunggu, ya. Pak Arief lagi keluarin mobil.” Kepala Bu Rosy menoleh sedikit ke halaman garasi yang pintunya baru terbuka. Pak Arief sedang mengitari mobil untuk masuk ke pintu di balik kemudi.

“Maaf, Eyang. Alida pergi sama Nicko.” Alida melihat Nicko yang berdiri di sampingnya.

“Nicko?” Dahi Bu Rosy berkerut, pandangannya berpindah pada laki-laki tinggi berkulit putih, berambut cepak dengan wajah sumringah. “Pacar Alida?” Ia kembali melihat Alida. Hatinya perih menanyakan demikian di depan cucunya. Meski sikap Javas kasar pada Alida tapi ia tahu tak akan pernah mudah bagi Javas melenyapkan Alida dari hatinya.

“Sebentar lagi akan jadi pacar Alida, Bu.” Disertai wajah tanpa dosa, Nicko mengambil alih jawaban Alida.

“Nicko!” sentak Alida pelan. Ia mengenal Nicko sewaktu kelas dua, ketika mengikuti kegiatan OSIS se-DKI Jakarta. Nicko ramah dan ramai. Sering bercanda dan sering pula pergi-pulang bersama Alida dan anak-anak OSIS lainnya selepas kegiatan yang mereka ikuti. Nicko juga sering memberikan perhatian khusus. Namun, Alida yang bodoh soal kode-kode asmara dari lawan jenis tak menyadarinya.

Nicko tersenyum riang memamerkan deretan gigi putihnya nan rapi. Dari dulu sampai sekarang ia suka menggoda Alida. Namun, tak ada yang Alida anggap serius. Meski, Nicko dua rius.

“Ya, udah. Yuk!” Masih dengan wajah senang, Nicko mengambil goodie bag di tangan Alida. Ia adalah satu-satunya orang paling bahagia. Hari itu dan detik itu. Rindu yang melahap pikiran, sekian hari tak berjumpa Alida yang berbeda sekolah dengannya, akhirnya terobati.

“Alida pergi dulu, Eyang,” ulang Alida pada Bu Rosy, diakhiri membubuhkan senyum manis di wajahnya.

Bu Rosy hanya bisa mengangguk dengan senyum tumpul, rautnya pun tak rela Alida pergi bersama Nicko. Ia sebenarnya terkejut setengah mati dengan apa yang dilihatnya. Bukan hanya kehadiran Nicko dan sikapnya pada Alida, tetapi Javas yang diam saat Alida dihina oleh teman-temannya. Dada wanita berusia 65 tahun itu begitu sesak. Kepalanya menoleh perlahan pada Javas.

Seakan itu adalah kode untuk Alida, gadis itu pun memanggil sang teman belajar.

“Kak Javas,” ucap Alida. Javas langsung melesatkan pandangannya pada Alida. “Aku pergi dulu. Tadi tugas praktek biologi udah aku buatkan. Tinggal diamati pertumbuhan tanamannya. Tabel pengamatan juga udah aku tulis di bukunya Kak Javas,” papar Alida berusaha tampak baik-baik saja ketika matanya terkunci oleh mata onyx Javas.

Rasa kecewa dan sedih menyusup ke relung hati Alida. Sepertinya sampai kapan pun Javas tak akan pernah peduli dengannya. Mungkin jika Alida di bully secara fisik oleh teman-temannya, Javas hanya akan diam jadi penonton seperti sore ini.

Alida lalu beranjak bersama Nicko. Laki-laki setinggi Javas itu sudah lebih dulu berjalan di depan Alida. Ia lalu membuka payung merah yang tadi ia bawa. Kemudian mengambilkan sepatu Alida. Tak ketinggalan satu lengan yang ia sodorkan untuk Alida pegang, ketika sepatu converse hitam ia pakai sambil berdiri.

Bu Rosy semakin pilu melihatnya. Ia berhasil menahan air mata agar tak meluruh. Namun, eyang Javas itu merasa gagal menyadarkan sang cucu agar tak perlu takut dengan rasa cinta yang ia miliki untuk Alida.

Sama halnya dengan gagalnya ia menjadi seorang ibu untuk ayah Javas. Hingga putranya itu tumbuh menjadi sesosok laki-laki yang tak punya perasaan dan kasih sayang pada putra semata wayangnya.

Dada Bu Rosy semakin sesak. Ia tak pernah mau Javas tumbuh seperti ayahnya. Laki-laki yang kesulitan menerima alur takdir, membenci takdir yang tak sesuai dengan rencananya dan Bu Rosy berusaha mati-matian agar Javas tumbuh menjadi anak yang rela berbakti pada orang tua, seburuk dan sejahat apa pun orang tuanya.

Wanita berambut nyaris putih semua itu lalu buru-buru masuk ke dalam rumah. Air matanya pun berlinang tatkala kaki pertamanya menginjak bagian dalam rumah.

Lihat selengkapnya