Mimpi Tanpa Tapi

VelouRa
Chapter #15

Berita Mengejutkan

“Alida kenapa mukanya kelihatan sedih?” Nicko membuka percakapan ketika Honda Civic Estilo hitam miliknya melaju. Satu pertanyaan yang sejak tiba di rumah Javas sekuat tenaga ia lontarkan.

“Nggak apa-apa, Nick. Cuma capek aja. Kurang tidur semalam.” Alida memalingkan wajah ke jendela. Tak mau membahas apa yang sedang membuatnya sendu. Entah mengapa juga sikap Javas membuat Alida jadi kepikiran. Sekian hari jumpa tak pernah digubris, malah lebih sering ditolak kehadirannya sampai tadi masakan mama Javas lempar dengan begitu mudahnya. Alida sudah memperkirakan kalau Javas pasti tak akan pernah bisa peduli padanya. Namun, dalam hati sempat terbersit Javas akan bicara, membelanya di hadapan teman-teman yang sudah menginjak-injak harga dirinya.

“O-oh. Kurang tidur. Kirain Alida kenapa-kenapa,” balas Nicko lega. “Kalau si Javas macem-macem sama Alida, kasih tahu Nicko, ya?” pintanya. Sejak pertama kenal sudah menggunakan nama Alida dan namanya dalam panggilan mereka. 

“Kenapa harus ngasih tahu lo?” Alida masih fokus memperhatikan pemandangan di luar jendela yang padat merayap akibat diguyur hujan lebat.

“Karena Nicko mau jagain Alida dari si brengsek Javas!”

Alida langsung menoleh cepat. Ia tak menatap Nicko dengan saksama.

“Javas itu terkenal di kalangan anak-anak sekolah Nicko. Dia bukan cowok baik-baik. Nggak ada baiknya malahan. Udah banyak siswa di sekolah Nicko jadi korban kebrutalan Javas dan gengnya tadi.” Nicko membalas tatapan Alida di kalimat terakhir. “Nicko aja sampai kaget waktu tahu Alida jadi teman belajarnya Javas. Kok, bisa sih, Al?” tandasnya, sambil menetralkan perseneling mobil dua pintu legendaris itu. Mereka sedang berhenti di lampu merah.

“Takdir, Nick,” jawab Alida sekenanya. “Karena dia butuh teman belajar dan gue juga butuh.” Gadis berkerudung putih dengan seragam putih abu-abu serba panjang itu kembali melihat jendela. Ia sebetulnya, sedang malas membahas Javas. Tapi, Nicko yang baik hati dan sudah menawarkan bantuan untuk menjemput Alida supaya mereka bisa pergi bersama-sama, membuat Alida sedikit mau diajak bicara.

“Teman belajar?” Mata Nicko terbelalak. “Nicko malah bisa banget jadi teman belajar Alida. Alida mau belajar apa aja, juga bisa Nicko ajarin. Daripada Alida sama si Javas. Nanti nama Alida jadi ikutan jelek, gimana?” Nicko mendadak prihatin. “Tiap yang dekat Javas, pasti ketularan jeleknya dia, atau jadi dijauhin banyak orang!” Mobil kembali melaju, pelan.

Jalan sepanjang Cipete menuju Blok M betul-betul terlihat sesak dengan adanya hujan, meski tak deras.

Alida membasahi kerongkongannya secara perlahan. Gendang telinganya tak nyaman mendengar kata-kata Nicko. Meski yang diucapkan Ketua OSIS sekolah sebelah itu benar adanya. Siapa yang berkawan dengan orang bau, pasti baunya ikut menempel biarpun sedikit. Begitu pula, jika berdekatan dengan orang wangi. 

Satu ucapan Bu Rosy terngiang dalam kepala Alida. Tentang anak laki-laki yang mencintai bundanya sampai nyaris mati bunuh diri ketika sang bunda meninggal. “Anak macam apa sebenarnya Kak Javas?” batinnya bertanya-tanya. “Apa eyang nggak tahu seberapa nakal Kak Javas? Tapi, rasanya nggak mungkin.” Alida tenggelam dengan segudang tanya yang dilontarkan kepala. Hingga tak ada lagi percakapan di mobil itu. 

Nicko yang ikut diam pun, sedang mengatur strategi untuk menjauhkan Alida dengan musuhnya. Ia memiliki sejarah panjang dengan Javas. Apa yang telah hilang karena perbuatan Javas pun, sejujurnya ingin Nicko balas!

***

“Woy!” Seorang teman Javas menyeru, setelah memastikan Javas masuk sempurna ke dalam rumah. Namanya Jamal. Matanya lalu melihat satu per satu teman satu geng yang masih duduk di teras rumah Javas, menunggu Javas kembali keluar.

“Lo merhatiin nggak plat mobil cowok… siapa namanya … yang jemput Alida?” sambung Jamal dengan wajah super serius!

“Anjrit!” timpal Edo sampai berdiri. “Gue lihat! Itu mobilnya si Gathan!” Ia mengusap kasar wajah sampai menyugar rambut gondrongnya.

Suasana di teras depan rumah Javas langsung hening, disertai sejumlah pasang mata yang saling melempar pandang.

“Urusan Javas sama keluarga mereka udah selesai, kan, ya?” Carla ikut bicara. Rautnya khawatir. Ia ikut berdiri tak tenang sama seperti Edo, si keturunan Papua berparas manis disertai badannya yang tinggi besar seperti Javas.

Lihat selengkapnya