Mimpi Tanpa Tapi

VelouRa
Chapter #17

Kembali Bertemu

Berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya, kali ini Javas menunggu Alida di meja belajar yang sengaja Bu Rosy letakkan di halaman belakang, agar dapat mudah ia pantau dan menemani kedua muda-mudi itu belajar.

Javas menunggu Alida sendiri. Biasanya eyang menuggu di ruang tamu, atau teras. Namun, hari itu eyang masih tak keluar kamar. Javas sudah menyiapkan beberapa buku pelajaran, alat tulis, dan tanaman praktiknya pun juga sudah Javas siram. Ia benar-benar siap untuk menyambut Alida.

“Maaf harus dibuktikan dengan tindakan,” ucap Javas dalam hati, sambil melirik jam tangannya. Sore di akhir bulan Agustus itu tidak terlalu cerah. Wilayah bagian barat Indonesia menurut BMKG sedang dilanda topan pembawa hujan. Masyarakat pun dihimbau agar selalu waspada terhadap angin kencang, petir yang tiba-tiba menyambar, akhirnya di dalam rumah adalah anjuran terbaik yang dapat diberikan.

Javas menghela napas. Satu jam sudah berlalu. Gumpalan awan gelap melayang rendah. Angin kencang mengantarkan suhu dingin pun sudah membelai lembut rahang tegas Javas. 

“Bik Inah!” Javas pun memutuskan mendatangi pengasuh yang menjabat sekaligus jadi tangan kanan Bu Rosy. Bik Inah sedang berada di dapur saat itu. “Eyang belum keluar kamar?” tanyanya kemudian.

Bik Inah mengernyit. “Loh? Mas Javas nggak tahu?”

“Tahu apa, Bik?”

“Bu Rosy pergi, Mas.”

“Kapan?”

“Setelah makan siang.”

“Kemana?”

Bik Inah menggeleng. “Bibik nggak nanya. Cuma bilang mau ke luar sebentar.”

Javas kembali melihat jam tangan merah yang melingkar di tangan kanannya. “Sekarang udah setengah lima. Berarti udah 3 jam Eyang nggak ada di rumah!” Ia lalu mengeluarkan ponsel yang selalu ia masukkan dalam saku celana. Kemudian mendial nomor eyang. “Nggak aktif! Eyang ke mana, ya. Nggak biasanya begini.”

Bik Inah memasang raut khawatir. Ia juga tak tahu ke mana majikannya pergi.

Hingga waktu pun menunjukkan pukul lima. Alida belum muncul-muncul. Eyang pun belum tiba juga. 

“Apa Eyang pergi nemuin Alida? Mutusin kesepakatan?” batin Javas resah. Ia pun mematung di depan teras rumah. Melihat pintu pagar hitam tinggi menjulang yang tertutup rapat. Hujan sudah turun. Deras. Resah pun berubah menjadi gelisah.

BUK!

Javas tiba-tiba meninju salah satu pilar yang berdiri kokoh di teras rumah. “Emang orang kayak gue nggak pantas dapat kesempatan!” Ia kembali meninju. Yakin jika Bu Rosy sudah menyudahi perjanjian dengan Alida. Wajar saja sore itu Alida tak tampak batang hidungnya!


***


Setelah setahun ditemani eyang untuk bangkit dari kesedihan, emosi Javas sudah berangsur pulih. Hanya Alida yang membuat dunianya jadi gonjang-ganjing. Setelah kemarin lusa membuat eyang menangis. Alida pun tak datang tanpa kabar. Keesokan harinya, Javas memilih berdiam diri di teras belakang. Kehilangan kesempatan untuk kembali bertemu sungguh menyakitkan. Apalagi jika bertemu di rumah, Javas dapat dengan leluasa memandangi Alida. Namun, sudah Javas sia-siakan kesempatan itu.

“Kamu sedang nunggu Alida datang?” Bu Rosy muncul dari belakang Javas. Ia sengaja mengambil jarak sejenak dari sang cucu, untuk menetralkan perasaannya. 

Javas langsung menengok ke belakang.

“Alida nggak datang hari ini. Dia sedang fokus belajar untuk remedial ulangan hariannya yang jelek.” Bu Rosy memberitahu. “Kemarin dia izin sama Eyang.”

Mata Javas mengerjap beberapa kali. Ada perasaan lega membuncah dalam dada.

“Nilai Alida jelek?” ulang Javas pelan. Setengah tak percaya. Tapi hati kecilnya bilang itu pasti salah satunya karena dia!

“Iya. Seharusnya, dia bisa belajar bersama kamu. Tapi, ternyata belum bisa.” Bu Rosy meninggalkan Javas. Sengaja mengucapkan kalimat menggantung. Supaya Javas berpikir apa maknanya.

Kekacauan dalam hati Javas pun makin bertambah! Rasa bersalah, menyesal, tak keruan, membuatnya ingin mengganti semua waktu yang telah disia-siakan. “Bego!” Javas mengepalkan kuat satu tangan lalu menekannya ke atas meja belajar yang terbuat dari kayu jati. Ingin Javas hantam meja kayu itu dengan tangannya. Namun, energi amarah yang sedang melimpah itu terpikir untuk ia alihkan melakukan hal yang lain.


Lihat selengkapnya