Mimpi Tanpa Tapi

VelouRa
Chapter #19

Cemas

Javas tiba-tiba berhenti berlari ketika melihat tandu dari UKS di lantai dua sudah tiba di lantai satu. Ia lalu memutar tubuhnya. Tepat bersamaan dengan itu Pak Ahmad hampir melewatinya.

“Pak Ahmad,” panggil Javas. Guru olah raga itu pun berhenti. “Saya izin bawa Alida ke rumah sakit,” sambungnya sambil menoleh ke arah temannya yang membawa tandu.

Pak Ahmad yang sama tinggi dengan Javas mengerutkan dahi. “Apa perlu ke sana? Alida bisa ditangani oleh anak-anak PMR.”

Javas menebalkan pandangannya. “Ada yang harus diperiksa dari Alida, Pak!” ucapnya penuh keseriusan. 

“Memangnya Alida kenapa?” balas guru olahraga yang masih muda itu. “Apa kamu tahu Alida mengidap penyakit tertentu?”

“Saya belum tahu. Baru asumsi dari beberapa tanda yang saya lihat. Jadi perlu diperiksa dokter untuk membuktikan asumsi saya,” papar Javas, tepat di tengah mata Pak Ahmad.

Hilangnya kesadaran Alida hari ini, memantik beberapa memori dalam kepala Javas tentang gadis periang itu. Ia sudah memperhatikan Alida sejak hari pertama pujaan hatinya itu mengikuti Masa Orientasi Siswa. Wajah pucat Alida menyiratkan sesuatu. Terlebih, Javas memiliki cita-cita menjadi dokter dan sudah ia persiapkan sejak dini. Sejak menginjak kelas satu SMA. 

Pentolan tawuran itu langsung mengerahkan pengaruhnya di sekolah, ketika Pak Ahmad mengizinkannya membawa Alida ke rumah sakit. Satu gerakan tangan yang ia tujukan pada beberapa siswa yang melintas di koridor lantai satu, membuat mereka semua bergegas bagai prajurit mendatangi Javas.

Javas melayangkan tatapan tak mau dibantah bak Fir’aun pada tiga siswi perempuan di hadapannya. 

“Lo semua sekarang lari ke UKS. Bilang ke anak-anak yang bawa Alida, Alida mau gue bawa ke rumah sakit. Gue tunggu di gerbang sekolah!” titah sang penguasa sekolah, yang tak lekang oleh waktu itu.

Tiga siswi yang entah kelas berapa, langsung berhamburan lari ke lantai dua. Mematuhi perintah Javas.

“Mana hape lo?” Javas mengulurkan tangan ke salah satu siswa laki-laki yang masih bersamanya.

Satu orang siswa buru-buru merogoh ponsel dari saku celananya, lalu memberikannya pada Javas. 

“Pa Arief, ke gerbang sekolah sekarang. Alida sakit!” ucapnya serius, kemudian menekan tombol merah tanpa menunggu driver pribadi Bu Rosy itu merespon. 

Lihat selengkapnya