Lost in the city of Beauty

Claudia Kalavela
Chapter #9

Eight

Kaki Riska kini menelusuri jalan lebar dimana beberapa jam lalu, lebih tepatnya sebelum dia didorong oleh salah satu penjaga di gerbang kota Derom hingga ia terjatuh dan membuat lutut kanannya terluka; ia menggerutu kesal karena ia kini harus mengubur dalam – dalam impiannya untuk masuk ke dalam kota itu. Ia bahkan tidak menyangka jika pada akhirnya dirinya dan Erine malah diusir; bahkan ketika kaki mereka belum menyentuh tanah di kota itu. Riska pikir, justru orang – orang disana ramah – ramah dan warga kampung mereka lah yang aneh karena tidak ada satupun warga dari kampung Manden yang mau pergi kesana. Tapi ternyata dia salah.

Namun, setidaknya kejadian tersebut memberikan dia sebuah clue bahwa ternyata warga kota Derom dan warga kampung Manden saling membenci satu sama lain; seakan – akan ada perang dingin diantara dua tempat tersebut. Hati Riska merasa semakin tidak tenang begitu memikirkan bagaimana reaksi kedua orangtuanya jika mereka melihat dirinya tidak ada dirumah semalaman, baru balik ke kampung halaman di siang hari, dan mendapati dirinya terluka di bagian lutut. Memang tidak besar, hanya luka goresan saja; kira – kita besarnya hanya dua sentimeter. Untung setelah melangkahkan kaki agak jauh dari gerbang kota Derom, ia sempat berhenti sejenak untuk membersihkan luka itu dengan air yang ia bawa dari rumah.

Riska menepuk jidatnya setelah ia mengingat bahwa ia bukan hanya harus menjelaskan keadaannya kepada kedua orangtuanya, namun juga kepada orangtua Erine. Gadis itu kini misuh – misuh sendiri karena ia tahu bahwa sekarang ini ia juga bertanggung jawab atas keberadaan Erine yang kini sudah berada di dalam kota Derom. Riska merasa agak bersalah setelah menyuruh temannya itu untuk masuk ke dalam kota begitu ia melihat masih ada celah di antara pagar. Ia berharap, bahwa temannya itu baik – baik saja. Tidak! Temannya HARUS baik – baik saja karena ia hanya bisa berharap pada cerita Erine ketika ia kembali ke kampung Manden nanti. Jika bukan Erine, maka siapa lagi yang bisa menjawab seluruh rasa penasaran yang ada didalam dirinya?

*****

                                                  

Erine masih tidak bisa berhenti untuk mengagumi tempat dimana ia berdiri tersebut. Ia merasa seperti mimpi sekarang. Mengapa bisa semudah ini rasanya masuk ke dalam kota Derom? Ah iya, batinnya dalam hati. Semuanya tidak akan semudah ini jika saja Riska tidak memaksanya untuk menyelinap masuk ke dalam gerbang. Erine rasa, lain kali ia harus berterimakasih pada gadis itu. Mungkin dengan cara menceritakan semua yang ia lihat dan ia alami di kota Derom?

Erine lagi – lagi berdecak kagum untuk kesekian kalinya. Bagaimana tidak? Toko – toko baju dan tas mewah ada di sepanjang jalan, mobil yang melintas, ia juga bisa melihat mall – mall mewah dan dapat mencium bau wangi makanan – makanan yang begitu harum. Hidungnya dapat mengendus wangi roti yang baru saja dipanggang, setelah ia telusuri, ternyata bau itu berasal dari salah satu toko roti di pinggir jalan tersebut; bahkan ia bisa melihat beberapa orang yang sedang makan di luar toko roti itu sambil duduk di meja makan lengkap dengan kopi hangat di meja mereka. Dan jangan lupakan orang – orang yang dari tadi berlalu lalang di jalanan.

Mereka semua sangat cantik – cantik dan juga tampan; berbeda jauh dengan penampilannya saat ini. Lirikan mata mereka yang tajam saat menatapnya… Tunggu dulu, tatapan tajam? Erine pun memastikan sekali lagi dengan menatap pasangan kekasih yang kini juga membalas tatapannya. Ternyata benar. Mereka melihat Erine dengan tatapan merendahkan dan juga ia bisa merasakan sedikit si perempuan bahkan sampai melihatnya dengan jijik. Seketika, ia pun mengedarkan pandangannya ke seluruh orang yang sedang berlalu lalang di sekitarnya. Ia baru menyadari, setiap orang yang berlalu di sekitarnya pasti akan melihat Erine dengan pandangan yang tak berbeda jauh dengan pasangan tadi. Bahkan ada yang sampai memperhatikan Erine dari atas sampai bawah; ada yang menatap Erine dengan perasaan takut; da nada pula yang berhenti sejenak untuk sekedar berhenti dan mengeluarkan sebuah benda pipih yang seukuran telapak tangan, lalu orang itu tampak seperti memotretnya. Semua itu membuat Erine kebingungan setengah mati. Apakah karena penampilannya maka orang – orang disini menatapnya seperti itu?

Lihat selengkapnya