Gadis itu bernama Laura. Wajahnya secantik namanya, dan sebaik hatinya. Laura baru berusia 13 tahun, dan telah ditinggal ibunya sejak masih bayi. Saat ulang tahunnya yang kesepuluh, sang ayah meninggal dalam kecelakaan saat pulang untuk membawakan kado bagi anaknya. Kini, Laura tinggal sendiri bersama Silvi sang adik. Terkadang, bibi atau tetangganya datang untuk mengurus mereka. Namun, seringkali mereka lupa sehingga Laura dan Silvi tinggal sendirian di rumah.
“Bu Tuti, saya dan Silvi mau berangkat sekolah. Tolong jagakan rumah kami, ya,” pinta Laura suatu hari.
“Oh, oke,” balas tetangga yang punya empat anak itu.
Laura dan Silvi berangkat sekolah. Silvi dibonceng oleh kakaknya. Sampai di sekolah Silvi, Laura berhenti untuk mengantarkannya ke kelas. Lalu, Laura pergi ke sekolahnya sendiri.
“Pagi, Lau!” sapa Lily ketika sahabatnya itu datang.
“Pagi juga. Eh, by the way, lo udah ngerjain PR bahasa Inggris, belum?”
“Oooh… yang tugas mengarang itu, ya? Hahaha, udah, dong. Lagian, lo ngapain, sih, datang-datang langsung nanya PR!”
“Nggak apa-apa, sih. Barangkali aja lo belum selesai dan mau nyontek ke gue seperti biasanya.”
“Iiih… jangan geer, dong! Gue, kan, udah mau tobat. Udah nggak akan lagi nyontek-nyontek pekerjaanmu.”
“Seriusan, cuy? Ya, udah, gue slamet kalau kayak gitu!”
“Eeeh… enak aja. Kalau gue bingung, ntar gue tanya elo! Jangan seneng-seneng dulu!”
Laura meninju pelan bahu Lily. Sejenak kemudian, dia telah menginjakkan kakinya di lantai kelas.
“Heh, stop!” seru seorang teman Laura, Raihan.