Saat upacara berlangsung, kepala sekolah menyampaikan beberapa pengumuman penting.
“Kita akan ada pembelajaran tambahan yakni tentang coding dan AI. Mulai sekarang, kalian akan pulang pukul tiga untuk kelas tujuh, setengah empat untuk kelas delapan dan sembilan!” kata kepala sekolah yang bernama Bu Sri itu.
Seruan kegembiraan terdengar di mana-mana. Tepuk tangan juga menyertai seruan itu. Dari barisan paling depan, Laura tak henti-hentinya mengumbar senyum lebar.
Yes, akhirnya ada pembelajaran tentang AI, pikirnya. Gue udah tahu duluan daripada mereka-mereka!
Setelah bubar dan semua anak masuk ke kelas masing-masing, Laura mendekati Lily dan berjalan mendampinginya.
“Lo antusias, nggak, denger berita itu tadi?” tanya Laura.
“Nggak, sih. Masalahnya, gue nggak tahu apa itu AI. Sumpah, gue kagak tahu!” jawab Lily.
“Lah?! Lo nggak tahu? Terus, kalau buka WhatsApp, lo nggak lihat ada simbol lingkaran warna biru sama pink?”
“Ya, lihat, sih. Cuma, ya… gue kagak tahu itu simbol apa. Tulisannya, sih, ‘Meta AI’, tapi nggak gue cobain, hahaha.”
Laura dan Lily terus mengobrol sampai tiba di kelas.
“Nantilah kita belajar bareng. Lo bakal ngerti apa fungsi…” Laura tak dapat menyelesaikan kalimatnya karena tiba-tiba muncullah Citra.
“Eyyo! What’s up, girls?!” seru Citra.
“Buset, ini bocah ngagetin aja,” gumam Laura.
Citra tertawa, memamerkan gigi-gigi putihnya. “Hahaha, sorry, sorry. By the way, jadi, nggak, ke rumah gue?”
“Jadilah, keleus! Tapi gue pulang bentar, buat ngurusin adik gue,” balas Laura cepat.
“Kalau elo, Li?”
“Gue juga dibolehin, kok, santai aja.”
“Yaak! Beres kalau gitu. Oh, iya, jangan lupa datang ke rumah gue dengan perut kosong. Ada banyak makanan di sana!”
“Halah, pakai disuguhin segala. Nggak usah repot-repot, dong, Cit. Kita ini datang buat main, bukan buat makan.”
“Main, kan, butuh istirahat, toh?”
“Aaargh!” Laura memukul mejanya sendiri. “Pusing, deh, kalau ngobrol sama lo! Iya, iya, kami datang dengan perut laperrr!”
Citra tertawa cukup keras, sampai akhirnya berhenti dan berkata, “Udah, udah, nggak usah emosi. Gue, kan, nggak bermaksud bikin lo PMS.”
“Eh, by the way, rumah lo nggak ada siapa-siapa, kan, Cit?”
“Nggak, kok, Li. Bokap gue pergi kerja, terus nyokap gue katanya mau ada acara reuni jam tiga. Jadi, ya… rumah gue sepi gitu, lho.”
“Yaelaaah… ini Surabaya, Cit, bukan Jakarta. Nggak usah sok gaul, keleus!”