Malam hari itu hujan turun cukup deras. Rintik-rintiknya yang banyak membasahi tanah bumi. Angin ribut juga tak segan-segan merobohkan tumbuhan-tumbuhan kecil dan ringan. Ditambah dengan suara petir yang menggelegar dan membelah langit.
“Kak, aku takut,” bisik Silvi ketika bunyi petir yang kesekian kalinya terdengar.
“Apaan, sih, cuma bunyi petir doang. Yang penting, kan, kita nggak nyalain alat elektronik dan nggak keluar rumah,” kata Laura yang sedang asyik mengerjakan PR.
“Tapi aku tetep takut. Kalau… kalau lampu mati, gimana?” Silvi menoleh ke arah plafon kamar dan menatap khawatir bola lampu yang menggantung.
Laura menutup bukunya dan melirik jam dinding. “Ya, udah, deh. Kalau kamu takut, kita tidur aja, yuk. Tapi jangan lupa gembok dulu pintu yang mengarah ke halaman. Biar nggak ada maling masuk.”
Setelah semua barang dibereskan dan pintu dikunci rapat, Laura mematikan semua alat elektronik yang ada di rumah. Lalu mengajak Silvi menuju kamar.
“Udah, tidur,” kata Laura sambil mematikan lampu kamar.
Silvi masih mencengkeram ujung selimutnya, dan enggan berbaring. “A-aku takut. Kalau ada kuntilanak nongol, gimana?” tanyanya sambil mengedarkan pandangan ke sudut-sudut kamar.