"Papa mama, aku pergi dulu, ya." Bella berpamitan dengan orang tuanya. Dari tempatnya berdiri, Cherry tidak berniat menganggu keharmonisan keluarga tersebut. Lelaki yang menjadi pacar Bella pun hanya tersenyum kecil, lalu mereka pergi menggunakan kendaraan milik Anders.
"Papa mama, Cherry per....." Ucapannya terhenti karena kedua orang itu langsung berbalik seakan tak menyadari bahwa masih ada orang di situ. Cherry terdiam sebentar, lalu keluar dari rumah tersebut. Tidak berniat lagi untuk berpamitan, sudah biasa dia dilakukan seperti itu. Jadi, hatinya sudah kebal.
"Mau berangkat, neng?" sapa Pak Harto, supir yang bekerja di rumah Atmajaya.
"Iya, Pak."
"Ayo, neng." Cherry langsung masuk setelah dibukakan pintu mobil oleh Pak Harto. Di dalam mobil dia hanya diam. Tahun pelajaran baru baginya biasa saja, tidak ada yang spesial. Bully tetap dialaminya, meskipun murid di sekolah itu tahu bahwa Cherry adalah anak pemilik sekolah.
"Udah sampai, neng," ucap Pak Harto pada Cherry sambil membukakan pintu. Perempuan yang baru sebentar lagi menginjak umur 16 tahun mengedarkan pandangan keluar jendela mobil. Dia akan kembali menjalani kehidupan yang membosankan tahun ini dengan murid murid yang terus membullynya meskipun Cherry tidak pernah menunjukkan bahwa dia tersiksa.
"Makasih, Pak."
"Pulang nanti perlu dijemput, neng?" Cherry hanya mengangguk setelah turun dari mobil, lalu meninggalkan mobil tersebut. Tidak memedulikan sekelilingnya yang asik berceloteh tak tentu tentang dirinya.
"Liat tuh si Cherry, sok jadi Putri dia."
"Iya. Tapi sayang dia cuma Upik abu."
"Shuttttt diam. Kali aja Upik abu bisa jadi Cinderella."
"Ngaco Lo. Kalau Upik abu nggak usah ngayal jadi Cinderella."