Kami pun akhirnya berangkat sekolah karena memang benar apa yang dibilang oleh Mamah-ku. Bahwa waktu sudah menunjukkan pukul yang jika Kami masih tetap berlama – lama sarapan, maka bisa - bisa kami bisa telat sampai di sekolah.
Dengan di antar oleh Papah-ku menggunakan mobilnya, sekaligus Papah-ku juga berangkat ke kantor untuk bekerja. Dan karena sebelumnya Aku ingin bertanya namun karena Papah yang terlalu banyak bicara, yang membuat-ku tidak jadi berbicara, Kakak-ku yang pertama pun bertanya pada-ku saat hendak di dalam mobil dalam perjalanan menuju ke sekolah.
“Dek...” Dengan siku tangan-nya kakak-ku menyapa.
“Yaa Ka?, ada apa?” Dengan wajah cemberut-ku karena masih kesal.
“Ngomong – ngomong, tadi saat kita sarapan, Kamu ingin bertanya apa sama Papah Dek?”
“Ka Lisa ini kenapasih?, jadi orang tuh Kepo banget sama urusan orang... kalau tidak bisa kepo sehari, setidaknya tidak usah kepo Sejaam sajaaa Kak.” Ucap-ku degan wajah yang semakin mengekerut.
Yaa, itulah Kakak-ku yang pertama. Nama-nya Irma Lisa, biasa disapa atau dipanggil Lisa. Dia adalah Kakak-ku yang sangat teramat kepingin tahu tentang urusan orang. Aku yakin, jika ada penghargaan bagi untuk orang ter-Kepo di dunia, Kakak-ku Lisa itulah pemenangnya.
Dan Ia juga satu – satunya anak orang tua-ku yang mengerti dan bisa berbicara dalam bahasa padang atau minang. Mungkin itulah sedikit kelebihan Kakak-ku dari rasa sangat keingin tahuan-nya. Jadi, Ia pun belajar bahasa Padang atau bahasa Minang agar, saat keluarga besar dari Papah-ku sedang berkumpul yang dimana adalah Orang Padang, Ia bisa mengerti akan apa yang sedang dibicarakan.
Oke, lanjut kembali pada Kakak-ku yang bertanya pada-ku.
“Yaa emangnya kenapa kalau Kakak Kepo sama urusan Adik sendiri?, Justru tuh harusnya Kamu berfikir..., Kalau Kakak ingin tahu urusan-mu, itu tandanya Kakak sayang sama Kamu.”
Aku tetap diam dengan wajah yang masih mengkerut saat Aku tahu Kakak-ku Lisa sedang mencoba untuk merayu-ku.
Dengan tatapan mata-nya yang sedikit melirik ke arah-ku yang tidak menggubris ucapan-nya itu, Ia pun berbicara. “Yasudah kalau tidak mau cerita..., padahal, Mungkin saja Kakak bisa menjawab apa yang Kamu ingin tanyakan pada Papah.”
Saat Kakak-ku berbicara demikian, Bibir-ku pun masih tetap dengan keadaan yang sebelumnya. Namun, Kali ini fikiran-ku yang dibuat berfikir atas ucapan Kakak pertama-ku yang bernama Lisa itu.
Karena yang ingin Aku tanyakan ialah, mengapa Aku dipanggil dengan sebutan Bule padahal kulit-ku tidak putih melainkan hitam. Dan mungkin ada benarnya juga apa yang Kakak-ku katakan. Bahwa mungkin saja Ia bisa menjawab apa yang ingin Aku tanyakan. Karena secara logika, umur-ku dan Kakak-ku Lisa ialah berbeda 6 tahun, jadi di saat Aku masih Bayi, Ia sudah berumur 6 tahun. Dan Aku rasa, seorang anak yang berumur 6 tahun sudah mulai bisa mengingat apa yang Ia lihat dan apa yang terjadi pada-nya.
Dan karena atas analisis fikiran-ku yang sederhana itulah, Aku pun bertanya pada Kakak-ku Lisa, atas pertanyaan yang tidak sempat Aku tanyakan langsung pada Papah.
“Kak” Ucap-ku yang menegur Kak Lisa yang tepat disebelah-ku.