Ada satu orang lagi yang belum Aku ceritakan dari keluarga-ku, kalian sudah pasti tahu jikalau kalian membaca buku ini tidak melompat – lompat. Yaaa benar, satu orang yang belum Aku ceritakan adalah adik kecil-ku yang sebenarnya mempunyai tubuh lebih besar dari-ku.
Bisa dibilang Aku adalah anak bontot yang gagal, karena saat 6 tahun lalu, Aku menjadi anak bontot atau anak paling akhir. Ternyata Mamah-ku pun mengandung lagi dan membuat-ku gagal menjadi anak bontot.
Tidak tidak, walaupun Aku bilang Aku anak yang gagal menjadi anak bontot, tapi Aku tidak marah pada adik-ku yang paling kecil itu. Justru Aku senang disaat 6 tahun lalu itu Papah berkata pada-ku bahwa, tidak akan lama lagi Aku mempunyai adik. Dan terlebih lagi yang membuat-ku sangat senang adalah, Adik-ku adalah seorang laki – laki. Jadi Aku bisa bermain bersama dengan mainan yang sama pula. Seperti bisa bermain Playstation dengan Game Bola, balapan motor, atau mungkin bermain apapun yang dimainkan oleh selayaknya anak laki – laki.
Apalagi yang kalian fikirkan?, kalian fikir aku akan marah jika adik-ku berjenis kelamin perempuan?. Tentu saja tidak, walaupun memang pada kenyataannya adik-ku laki – laki seperti apa yang Aku inginkan, namun jika adik-ku adalah perempuan juga Aku senang.
Karena seorang bayi atau anak yang dilahirkan adalah suatu anugrah dan tidak pantas untuk jadi barang tawar menawar. Apalagi, tawar menawarnya dengan Tuhan yang sudah tahu kehidupan setiap makhluk dan manusia di dunia ini. Yang pastinya ada suatu alasan mengapa tuhan memberikan-ku Adik berjenis kelamin laki – laki. Walaupun, lagi dan lagi Aku tidak mengetahu maksud sebenarnya.
Adik-ku yang paling kecil bernama lengkap Rangga Aldi Putra, kelahiran Jakarta juga seperti-ku dan jarak umur-ku dan adik kecil-ku ialah 6 tahun. Jika saat ini umur-ku adalah 12 tahun, dan menduduki bangku sekolah tingkat 1 SMP. Maka Adik-ku yang akrab disapa Rangga ialah berumur 6 tahun dan baru saja menduduki bangku sekolah tingkat 1 SD.
Tapi, Adik-ku tidak bersekolah di dalam satu sekolah dengan Aku dan para Kakak – kakakku. Itu karena memang saat Ia ditanyakan oleh Papah dan Mamah-ku, saat Kami sedang makan malam, Ia tidak ingin satu tempat sekolah dengan Aku dan Kakak – kakakku.