Malam ini berbeda dari malam-malam biasanya. Angin yang berhembus kencang tidak menbuatku senang menghirupnya dalam-dalam. Kutahan napasku sejenak, jangan sampai aku menghirup udara yang tidak lagi higienis bagi tubuh ini.
Tampilanku malam ini juga berbeda dari malam-malam biasanya yang hanya memakai setelan baju santai tanpa kerudung. Namun malam ini, aku menggunakan cadar, tapi pakaian dan cadarku tidak berwarna hitam. Aku memilih menggunakan baju gamis berwarna pink muda dengan kerudung serta cadar berwarna putih susu.
Senyumku mengembang dibalik cadar putih ini. Pintu rumah dalam keadaan terbuka dan menampakkan seseorang tengah berkacak pinggang di depan pintu sembari menatap ke arahku. Aku melambaikan tangan kananku padanya. Masih dalam keadaan menahan napas, aku setengah berlari menaiki teras rumah.
Aku mengulurkan tangan untuk mengajaknya bersalaman. Aku juga menurunkan cadarku agar dia bisa melihat wajahku.
Sepuluh detik berlalu, dia tak membalas uluran tanganku. Aku menghembuskan napas, paham akan ketakutannya terhadap sesuatu yang berhasil membuat seluruh penduduk negeri ini resah.
Kutarik kembali tanganku. Aku berdeham pelan, mencoba memecahkan keheningan diantara kami berdua."Udah cuci tangan kok tadi di apotek, pake sabun juga, tenang aja, tangan aku udah bersih." aku memamerkan telapak dan punggung kedua tanganku ke hadapannya.
Dia malah menepis tanganku, ekspresi wajahnya sulit untuk aku artikan. "Kenapa Raida? Ada yang salah?"
Tangisan Raida pecah, dia nemelukku dengan sangat erat. Aku mematung di tempat, apa yang terjadi dengan Raida? Aku tidak yakin kalau diriku telah berbuat salah padanya. Aku juga tidak yakin ada yang menyakitinya. Setauku Raida selalu di rumah saja. Bahkan handphone-pun dia tidak memegangnya.