Dua bulan ini, aku dan Ibu menjalani hari-hari yang begitu berat, di mana setiap harinya adalah kesakitan yang tak bertepi. Mungkin, Ibu sudah memaafkan, tetapi aku tidak akan pernah memaafkan seseorang yang telah membuang aku dan Ibu seperti barang yang sudah tak berguna. Namun, aku harus tetap kuat demi Ibu-wanita yang sangat aku cintai. Setiap ucapannya adalah cinta, setiap doanya adalah keajaiban, dan setiap senyumnya adalah sumber energi. Aku berlari menuju ke arah di mana ia sedang duduk melipat pakaian.
"Bu, Aku menyayangimu. Jangan pernah tinggalkan aku, ya, Bu. Jangan seperti Ayah yang meninggalkan kita."
"Sayang, anak cantik. Ibu nggak akan pernah tinggalkan kamu," ucap Ibu menjawab perkataanku dengan wajah sendunya.
Aku tahu, ia berusaha menyimpan sesaknya pengkhianatan Ayah. Setiap hari, ia berusaha tegar di depanku.
"Aku benci Ayah! Benci! Aku nggak mau ketemu Ayah lagi," kataku yang bersambut dengan tangis yang mulai pecah dalam rengkuhan Ibu.