Bagaimana cara memperbaiki sebuah hubungan?
Haru menghadapi sebuah sobekan foto di atas meja belajar. Foto hanami empat tahun lalu bersama dua orang yang pernah akrab dengannya. Mereka teman sejak kecil, namun sejak mendapat perawatan karena trauma-nya, ia sendiri yang memutuskan untuk menjaga jarak dari mereka.
Dimulai dari merobek foto ini. Haru yang kalut hendak membuangnya juga, namun niatnya terurung begitu saja sehingga ia menyimpannya di tempat terdalam pada laci mejanya.
Ia menyimpan kenangan tentang mereka juga di tempat terdalam pada otaknya.
Tangannya perlahan mengambil sobekan-sobekan kecil itu lalu mulai merangkainya, seperti halnya sebuah puzzle. Dimulai dari foto dirinya yang masih bisa tersenyum ceria. Ia merangkul seseorang. Haru mencari sobekan lain untuk menyusun siapa sosok yang tengah ia rangkul itu.
Aoki.
Mereka tampak sangat akrab. Aoki diapit olehnya dan satu sosok lain. Haru mengambil sobekan foto yang tersisa untuk menyusun satu orang yang bersamanya itu.
Akari.
Ketiganya tersenyum ceria, berlatar belakang sebuah pohon sakura. Ia seharusnya menyusun sobekan latar belakang itu. Namun saat hendak mengambilnya, tangan Haru sudah gemetaran.
Menghentikan kegiatannya, Haru terpaku pada foto setengah jadi itu. Tiga orang yang berpose gembira itu sudah cukup mengurai memori masa lalunya. Ujung jarinya menyentuh sosok dalam foto itu, dimulai dari dirinya, Aoki, dan Akari.
Posenya dalam foto yang tengah tersenyum itu menggambarkan karakter Haru di masa lalu. Ia pernah menjadi sosok yang begitu enerjik dan penuh semangat. Tetapi, kematian sang ayah mengubah segalanya. Pemuda berkarakter selalu optimis itu kini menjadi si pemurung yang depresi. Mungkin selama tiga tahun ini, bisa dihitung dengan jari berapa kali ia benar-benar tersenyum.
Tubuh kaku yang dievakuasi sudah tertutup oleh kain putih. Haru berurai air mata, memperhatikannya dari dekat. Kelopak-kelopak sakura bertebaran di sekitar mayat itu. Salah satunya berada dalam telapak tangan pucat yang terkulai.
"Bunuh diri." Suara-suara di belakang Haru terdengar, menyebutkan dugaan meninggalnya sosok yang masih mengenakan seragam kantor. Haru bahkan sempat berbincang dengannya di pagi hari sebelum kejadian. Raut wajah sang ayah terlihat sangat ceria. Bahkan, ia sempat berjanji untuk membawa keluarganya pergi hanami. Sayangnya, janji itu tak akan pernah ditepati, karena keesokan paginya, ia ditemukan tewas tergantung di salah satu batang pohon.
Tubuh yang tergantung dihiasi oleh guguran kelopak. Haru bergidik, menutup wajahnya untuk mengusir memori itu. Tangisannya pun kembali pecah. Sang ibu langsung merengkuh tubuh anak semata wayangny untuk menenangkan sosok yang tengah meronta itu.
Di hari pemakaman, tangisan Haru sudah berhenti, namun wajahnya terus muram. Ia hanya menunduk dalam, menolak bicara dengan siapapun, termasuk Aoki dan Akari yang datang melayat. Usai acara, Haru mengurung diri di kamar. Seminggu kemudian, ketika bunga sakura masih bermekaran dengan indahnya, Haru justru bersembunyi ketakutan di dalam kamar.
Bunga sakura sangat indah, sehingga orang-orang keluar untuk menikmatinya. Tetapi, Haru merasakan hal sebaliknya. Ia melihat wujud ayahnya yang tergantung di antara mekarnya sakura. Memori itu membuatnya tersiksa.
Haru menangis, berteriak, memohon agar ibunya tidak membuka jendela kamar. Selama musim semi, ia menolak masuk sekolah. Sang ibu pun membawanya ke psikiater untuk diperiksa. Pemuda itu harus mendapat perawatan karena trauma yang diderita.
Dua bulan kemudian, kondisinya belum membaik. Namun karena musim semi telah lewat, ia bisa masuk sekolah. Teman sekelasnya menemukan perubahan signifikan pada pemuda itu. Ia bukan lagi Kiseki Haru yang ceria, melainkan Kiseki Haru yang pemurung dan penyendiri.
Gelagat aneh membuat mereka menjaga jarak darinya. Haru tahu kalau perubahan sikapnya menimbulkan pandangan negatif dari teman-temannya. Namun, ada dua orang yang setia di sisi pemuda itu. Mereka adalah teman masa kecilnya, Akari dan Aoki.
Emosinya masih belum stabil, bahkan untuk menerima kehangatan sebuah pertemanan. Usaha Akari dan Aoki untuk mengembalikan semangatnya berakhir sia-sia. Semuanya tercermin dari lukisan Akari yang dirobeknya, karena ada latar bunga sakura pada lukisan itu.
Hubungan mereka pun renggang. Aoki masih bersama Akari sampai lulus, sedangkan Haru memilih untuk menutup diri dari semua jenis pertemanan. Sampai di SMA pun sosoknya masih dikenal sebagai penyendiri.
Aoki berada satu sekolah dengannya, namun mereka belum saling bicara sama sekali. Pemuda itu masih sangat marah dengan perlakuan Haru. Sikapnya sudah menyakiti hatinya dan Akari, sehingga ia membiarkan sosok itu bergelut dengan traumanya.
Hubungan itu sudah retak, seperti halnya foto mereka yang Haru robek sampai serpihan-serpihan kecil.
Lalu, bisakah kembali?
***
Dering ponsel mengganggu konsentrasi belajarnya. Saki berdecak sambil meraih benda yang berbunyi berisik di dekatnya. Ia melihat layar ponsel menyala terang, menampilkan sebuah panggilan dari Haru Kiseki.
Akhir-akhir ini ia sering menghubungi Saki. Dari sekedar menanyakan tugas sampai meminta tolong, seperti meminjam buku di perpustakaan, bahkan nitip dibelikan makanan kesukaannya. Ia jadi seperti asisten si pemuda anti sosial itu. Atau lebih tepat jadi seperti pesuruhnya?
"Ya?" Saki agak menghentak. Si pemanggil diam sesaat sebelum menyampaikan urusannya.
"Bisa minta tolong lagi?" Haru memohon sungkan. Saki mengerang pelan. Tadi siang ia sudah membantu pemuda itu mengantarkan buku pinjamannya ke perpustakaan. Kali ini apa lagi?
"Bawa Aoki ke sini?"