Di atas meja kantin kini telah terhidang dua bakso komplit beserta dengan es teh manisnya. Naya sengaja memesan dua karena ia pikir Dita tidak mungkin akan menolak pesanannya. Karena bakso adalah salah satu makanan kesukaannya.
Tak perlu menunggu lama. Naya akhirnya dapat melihat kedatangan Dita yang baru saja memasuki area kantin. Namun, ekspresi dari sahabatnya itu mampu membuat Naya mengernyitkan keningnya heran.
Apa tidak berjalan dengan lancar? tanya Naya dalam hati.
"Gimana? Berhasil gak?" tanya Naya langsung, ketika Dita telah mengambil posisi duduk di sebelahnya.
Mendengar pertanyaan dari Naya membuat Dita menghembuskan nafasnya kasar. Ia masih begitu kesal dengan kejadian tadi.
"Gagal," jawab Dita sewot.
"Lah, kok bisa?" tanya Naya lagi yang kini jauh lebih penasaran. Hal itu sangat terlihat jelas dari ekspresinya.
"Tauk ah! Gak usah bahas itu lagi, enek gue," tukas Dita, yang masih juga tidak menghilangkan nada sewotnya itu.
Kedua tangannya terangkat untuk mengusap-usap wajahnya secara kasar. Hingga pandangannya tanpa sengaja mengarah pada semangkuk bakso komplit yang ada di hadapannya. Tiba-tiba saja ia menjadi sangat lapar sekarang.
"Ini makanan gue kan?" tebak Dita, dengan kedua tangan yang masih setia menangkup wajah cantiknya.
Naya menganggukan kepala. "Iya, itu buat lo. Buruan dimakan, entar keburu dingin lagi," jelas Naya, yang mulai mengaduk-aduk mangkuk baksonya dan berniat untuk memakannya.
Namun, sebuah benda yang berada di atas meja dekat dengan sahabatnya itu, mampu membuat Naya tertarik. Tanpa sadar, tangannya bergerak untuk meletakkan kembali sendoknya ke dalam mangkuk.
"Ta, berarti ini coklatnya boleh gue ambil?" tanya Naya akhirnya. Setelah sekian lama menatap penuh minat coklat pemberian dari Rizal.
Dita menggentikkan aktivitas makannya. Kini pandangannya telah beralih kepada sebungkus coklat yang berada tak jauh dari dirinya. Daripada coklat itu harus berakhir di tempat sampah, mungkin akan lebih baik jika diberikan kepada Naya.
"Ya udah, ambil aja," ucap Dita singkat, lalu kembali melanjutkan kegiatannya mengunyah makanan.
Berbeda dengan Dita, Naya justru merasa begitu senang mendapatkan persetujuan dari sahabatnya. Dengan cepat tangannya terulur untuk mengambil coklat tersebut dan menyimpannya dengan baik. Menurut pengetahuannya, coklat ini termasuk ke dalam golongan coklat kelas atas, dibandingkan dengan coklat-coklat lainnya yang hanya dijual di minimarket terdekat.
Jika di hari-hari berikutnya Dita masih saja tidak mau menerima pemberian dari Rizal, mungkin dirinya siap menjadi TPA bagi sahabatnya.
"Hey! Gue boleh gabung gak?"
Lagi-lagi, aktivitas makan Dita harus terganggu karena kehadiran seseorang. Seseorang yang ternyata adalah Riko, sahabat karib Rizal.